"Apakah selang 2025-2029 ada agenda perubahan konstitusi? Jika tidak, maka argumentasi-argumentasi soal desain pemilu masa depan ini jadi relevan untuk dipertimbangkan. Kalau iya, jadi tidak relevan,” ujar Koordinator Nasional JPPR, Rendy NS Umboh, dalam rapat pleno bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 31 Oktober 2024.
Rendy pun mengusulkan agar pemisahan pemilu nasional dan lokal dilakukan dengan jeda yang tidak terlalu jauh untuk menghindari ketidaksesuaian dalam tata negara. Sebab, jika Pemilu 2029 dilakukan, lalu dua tahun kemudian pemilu lokal, ini akan menimbulkan masalah dalam sistem ketatanegaraan.
Mengenai
parliamentary threshold, Rendy mempertanyakan apakah Mahkamah Konstitusi akan mengarahkan ambang batas parlemen dinaikkan, bukan diturunkan.
Menurutnya, peningkatan threshold, misalnya menjadi 5 hingga 7 persen, dapat mendukung penyederhanaan partai politik, yang memungkinkan partai dengan kursi di Senayan mengusulkan capres tanpa batasan threshold calon presiden yang terlalu ketat.
“Pasal 6A jelas ayat 3, kita meredefinisi
presidential threshold sesuai konstitusi. Kalau
parliamentary threshold dinaikkan, misal 5-7 persen penyederhanaan parpol, tapi argumentasi harus jelas. Maka silakan saja, siapapun misal partai yang punya kursi di Senayan bisa ajukan capres, siapapun itu," jelasnya.
Terkait perubahan UU Pemilu dan Pilkada, Rendy mengusulkan kodifikasi atau revisi menyeluruh untuk mengintegrasikan pemilu nasional dan lokal dalam satu UU. Hal ini, menurutnya, diperlukan agar desain pemilu Indonesia pasca-2024 dapat lebih fleksibel dalam kebijakan legalnya.
Rendy juga menyoroti eksistensi KPU dan Bawaslu di tingkat kabupaten dan kota pasca-Pemilu serentak 2024. Ia mempertanyakan relevansi kelembagaan pemilu yang bersifat permanen, apakah lebih baik tetap demikian atau kembali bersifat ad hoc.
"Ada dilema kelembagaan KPU Bawaslu Kabupaten/Kota pasca Pemilu 2024. Setelah Pemilu serentak 2024, KPU Bawaslu Provinsi Kabupaten Kota, mau ngapain? Itu pertanyaan problem. Pertanyaannya, eksistensi KPU Bawaslu Kabupaten/Kota, masihkah relevan permanen atau kembali adhoc?" pungkasnya.
BERITA TERKAIT: