Akibat lemahnya kaderisasi itu, kader tidak memiliki elektabilitas dan kapabilitas untuk dicalonkan menjadi kepala daerah.
"Karena kaderisasi lemah, maka banyak kader partai yang tak layak untuk dicalonkan," kata analis politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga kepada
RMOL, Selasa (10/9).
Jamiluddin mencontohkan wilayah yang melaksanakan Pilkada 2024 melawan kotak kosong, salah satunya di Surabaya.
Menurutnya, kondisi kotak kosong itu karena kader partai politik tidak dipercaya atau tidak mampu bersaing melawan calon petahana Eri Cahyadi dari PDIP.
"Akibatnya, partai di luar PDIP semuanya mengusung Eri Cahyadi-Armuji sebagai calon wali kota dan wakil wali kota Surabaya. Duet ini akhirnya melawan kotak kosong," ucapnya.
Padahal, kata Jamiluddin, dalam kasus Surabaya ini, partai koalisi besar seperti Gerindra dan Golkar, ditambah partai kecil seperti PSI lebih dari cukup untuk mengusung calon.
"Namun hal itu tak dilakukan karena kadernya lemah sehingga dinilai tak mampu melawan duet Eri-Armuji," tandasnya.
BERITA TERKAIT: