Rekomendasi itu disampaikan DPP Hakan dalam acara deklarasi dan round table discussion yang bertajuk "Membuka Jalan Kesejahteraan dan Keadilan Bagi Keluarga Antar Negara dan Diaspora Guna Mendorong Kesuksesan Pembangunan Indonesia Emas 2045" di Sekretariat Jalan Kopi Nomor 2 N, Jakarta Barat, Rabu (28/8).
Dalam deklarasi tersebut, DPP Hakan menegaskan tagline yang diusung adalah "
Single Nationality, Multiple Facilities".
Sementara dalam diskusi tersebut fokus mencarikan formulasi terhadap beberapa temuan permasalahan di lapangan guna mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Pemateri dari Direktorat Izin Tinggal Keimigrasian Kemenkumham, Tessar Bayu Setyaji menyampaikan permasalahan kewarganegaraan dan izin tinggal untuk keluarga antar negara, diaspora serta mantan anak berkewarganegaraan ganda terbatas sudah dipermudah dalam peraturan-peraturan terbaru.
Namun demikian, Ketua Umum DPP Hakan, Analia Trisna merekomendasikan untuk diberikan suatu bentuk izin tinggal permanen yang tersedia bagi WNA keturunan Indonesia yang memungkinkan mereka untuk tinggal dan bekerja di Indonesia tanpa batas waktu.
"Dalam UU Kewarganegaraan nomor 12/2006 dijelaskan bahwa anak berkewarganegaraan ganda terbatas diwajibkan memilih salah satu kewarganegaraan apabila telah sampai batas waktu usia memilih sesuai UU yaitu 18 tahun + 3 tahun, ini juga menjadi permasalahan dan regulasinya harus dipermudah atau diubah oleh institusi terkait," kata Analia.
Selain itu kata Analia, anak mantan berkewarganegaraan ganda terbatas ketika berusia 21 tahun dan masih kuliah di luar negeri umumnya otomatis menjadi WNA karena keadaan terpaksa. Bahkan proses naturalisasi anak mantan warga negara ganda terbatas disamakan dengan WNA murni terang.
"Dalam hal ini, permasalahan pertanahan merupakan hal penting untuk dibahas karena dalam regulasi kita UU 5/1960 mengenai Kepemilikan Hak Atas Tanah oleh WNA Diaspora Ex WNI dan anak yang masih berkewarganegaraan ganda terbatas ketika mendapatkan harta warisan sulit untuk menjual, mengalihkan, atau menurunkan hak menjadi hak pakai dalam jangka waktu 1 tahun," jelas Analia.
Selanjutnya kata Analia, batasan harga minimal tanah yang dapat dibeli dengan status hak pakai yang ditetapkan dalam Kepmen 1241/SK-HK.02/IX/2022 sangat tinggi.
"Untuk diaspora ex WNI maupun anak berkewarganegaraan ganda terbatas, harga tersebut cukup besar, rasanya tidak adil bila disamakan dengan WNA murni," tuturnya.
Dalam diskusi antar negara ini kata Analia, dihasilkan 4 poin penting yang menjadi hasil diskusi yang perlu diperbaiki.
"Di antara permasalahan kewarganegaraan atau izin tinggal, izin bekerja, izin berusaha atau permodalan asing dan permasalahan pertanahan yang akan segera direkomendasikan DPP Hakan untuk para pengambil kebijakan baik di lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif," pungkasnya.
Senada dengan itu, Dekan FISIP Universitas Pamulang, Yusak Farchan mengatakan, untuk memaksimalkan pencapaian pembangunan Indonesia Emas 2045, pemerintah dan semua elemen harus bekerja sama dan saling berkolaborasi.
"Perjuangan yang dilakukan harus konsisten demi keadilan dan hak-hak primer setiap manusia untuk tinggal dan bekerja. 21 Tahun lagi, itu adalah waktu yang singkat, mari Kita berkolaborasi untuk mewujudkan cita-cita bersama tersebut, di samping kita harus membenahi beberapa problem yang ada," kata Yusak.
Sementara itu, pemateri lain dari Kementerian Ketenagakerjaan, Ali Chaidar menyampaikan bahwa, WNA Diaspora atau anak mantan abg yang ingin bekerja di Indonesia masih memiliki persyaratan yang sama dengan WNA murni.
"Namun saat ini sedang diupayakan untuk mempermudah dan membedakan aturan tersebut. Kita menunggu dalam waktu dekat. Pemerintah akan memberikan kemudahan-kemudahan bagi keluarga antar negara, diaspora keturunan Indonesia," terangnya.
"Karena selama ini banyak anak-anak yang ex abg yang tidak dapat bekerja di Indonesia setelah lulus dari kuliahnya karena belum memiliki pengalaman kerja selama 5 tahun sebagai salah satu syaratnya. Jadi Kemnaker akan mempermudah syarat tersebut segera," sambung Ali Chaidar menutup.
BERITA TERKAIT: