"Memang ini seakan-akan bukan seperti Golkar yang dulu dalam memilih ketum. Biasanya dulu persaingannya cukup ketat penuh dengan kegaduhan, bahkan ada huru hara dalam tanda petik huru hara secara politik," kata Analis politik dari UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno kepada RMOL, Minggu (18/8).
Adi mencontohkan bagaimana persaingan Akbar Tanjung dengan Jusuf Kalla, dan juga kegaduhan perebutan kursi ketua umum antara kubu Agung Laksono dan Aburizal Bakrie.
Dari sana, tercermin bahwa persaingan pemilihan ketua umum beringin cukup ketat dan dipenuhi dinamika.
"Itu kan menjadi betapa memang dinamika pemilihan ketua umum Partai Golkar itu sangat luar biasa," ujarnya.
"Karena biasanya, yang bertarung di Golkar itu adalah para dewa yang saya lihat punya portofolio politik yang cukup mentereng gitu ya, rata-rata mereka politisi guide," katanya.
Dalam pemilihan ketua umum saat ini, kata Adi, terkesan dipercepat bahkan telah disiapkan sosok ketua umumnya yang akan dipilih secara aklamasi.
"Memang kesannya sesuai dengan anggapan publik akan aklamasi dan Pak Bahlil akan jadi ketum. Ya inilah Golkar, sampai pada fase di mana pemilihan ketua umumnya tidak seagresif atau tidak segaduh beberapa waktu silam," ujarnya.
Ia tidak mengetahui secara pasti yang terjadi di internal Golkar saat ini, namun terkesan ada aktor besar di balik pemilihan ketua umum Golkar.
"Entah apa yang terjadi. Tapi publik melihat ini, ada kekuatan besar yang kemudian bisa mengontrolidasi dan mengendalikan keadaan ini semua," ucapnya.
"Siapa kekuatan besar itu? Mari kita cari bareng-bareng," tutupnya.
BERITA TERKAIT: