Rio mengatakan, beberapa stafnya turut menjadi korban pencatutan. Padahal mereka tidak pernah merasa mendukung pasangan calon (paslon) independen mana pun.
"Saat ini kami juga sedang melakukan crosscheck di lapangan, termasuk memberikan tutorial kepada warga masyarakat untuk secara bersama-sama melakukan pengecekan KTP-nya dan membuat kanal pengaduan untuk temuan pencatutan KTP warga masyarakat," kata Rio dikutip Sabtu (17/8).
Rio menilai tindakan pencatutan NIK tersebut tidak sesuai dengan prinsip pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
"Ini sudah tidak sesuai dengan prinsip pemilu Luber dan Jurdil," kata Rio.
Adapun laporan pengaduan yang diterima akan dikumpulkan dan dijadikan bahan pertanyaan kepada Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta serta Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
"Tindakan ini bisa merusak tatanan demokrasi yang selama ini telah dibangun dengan susah payah," kata Rio.
Rio mengingatkan bahwa penggunaan data pribadi tanpa sepengetahuan pemiliknya adalah pelanggaran hukum.
Ia merujuk pada Undang-Undang Pilkada Pasal 185 A (1) bahwa setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, dipidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, dan denda paling sedikit Rp 36 juta dan paling banyak Rp 72 juta.
"Yang hukumannya paling lama 6 tahun penjara, dendanya paling banyak Rp 27 juta," demikian Rio.
BERITA TERKAIT: