Salah satu kekuatannya, menurut pakar politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Firman Manan, Farhan bisa meraup suara anak muda di Pilwalkot Bandung 2024.
Sebab, Farhan merupakan figur yang cukup aktif dalam kegiatan sosial. Kemudian Farhan juga memiliki pengalaman sebagai pejabat publik.
"Kang Farhan terutama dia memiliki pengalaman sebagai pejabat publik menjadi anggota DPR, kedua dia juga memiliki cukup aktivitas sosial masyarakat di Kota Bandung salah satunya mengurus Persib,” kata Firman saat dihubungi
RMOLJabar, Rabu (14/8).
Firman menyebut, keaktifan Farhan dalam berbagai aktivitas sosial masyarakat selama ini bisa menjadi nilai tambah sebagai modal dirinya maju dalam Pilwalkot Bandung. Mengingat pemilih akan melihat figur-figur yang memiliki kedekatan di level lokal.
"Kedekatannya itu karena orang itu punya
track record melakukan aktivitas-aktivitas sosial kemasyarakatan, dan itu tidak harus pejabat publik tapi juga orang-orang yang aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Nah, Kang Farhan punya potensi itu,” ujar peneliti senior Indonesian Politics Research & Consulting itu.
Meski demikian, nama Farhan selalu berada di posisi kedua calon yang memiliki angka popularitas dan elektabilitas tinggi. Untuk bisa mulus mencalonkan diri sebagai Walikota Bandung, Farhan harus bisa menemukan pasangan yang tepat yang bisa sama-sama mendongkrak suaranya dan saling melengkapi.
Mengingat Nasdem belum memenuhi syarat minimal untuk pendaftaran ke KPU yakni 10 kursi. Pada Pileg 2024, Nasdem hanya meraih 6 kursi di DPRD Kota Bandung.
"Nasdem tidak bisa maju sendirian, ini juga yang menurut saya masih menjadi hambatan, sejauh mana kemudian Farhan dan Partai Nasdem itu bisa membangun koalisi memenuhi persyaratan 20 persen lalu menemukan pasangannya,” jelas Firman.
Walau begitu, Firman menyebut jika Farhan bisa segera menemukan calon pasangannya, yang kemudian mendeklarasikan pencalonan dirinya sebagai calon Walikota Bandung dan Wakil Walikota Bandung maka bukan tidak mungkin popularitas dan elektabilitasnya akan semakin tinggi dan menjadi nomor satu.
“Perlihatkan keseriusan untuk maju itu bisa kemudian membangun persepsi publik bahwa Kang Farhan ini serius untuk maju bukan tidak mungkin elektabilitasnya akan semakin meningkat. Karena semua nama yang ada saat ini masih belum pasti, belum ada satupun sebetulnya yang secara resmi direkomendasikan partai,” beber Firman.
Dengan catatan, lanjut Firman, pasangan yang digandeng haruslah benar-benar tepat yang bisa saling melengkapi, bukan malah membuat elektabilitasnya menurun.
Apalagi dalam beberapa kasus setelah dipasangkan justru calon dan wakil saling menurunkan elektabilitas. Misal karena memiliki rekam jejak buruk, basis pemilihnya saling resisten atau berlawanan satu sama lain seperti secara ideologi yang signifikan.
Rumus sederhananya, menurut Firman, pasangan itu saling melengkapi. Berkaca dari Pilwalkot sebelumnya Ridwan Kamil dengan Oded M Danial, di mana figur nasionalis disandingkan dengan figur yang religius.
Dalam hal ini misal Farhan yang nasionalis bisa mencari pasangan yang punya latar belakang religius termasuk partainya, makanya muncul Nasdem dan PKS misalnya.
Lebih jauh, Firman melihat akan terjadi pertarungan cukup keras antara Farhan dengan Atalia Praratya jika maju mencalonkan diri di Pilwalkot dengan asumsi mereka tidak berpasangan.
“Kalau saya melihat bahkan faktornya adalah Ibu Atalia. Kalau Atalia tidak maju maka Kang Farhan punya peluang lebih besar," tuturnya.
"Tapi kalau Atalia maju dengan asumsi mereka tidak berpasangan atau berhadap-hadapan maka akan ada pertarungan yang cukup keras antara Kang Farhan dan Ibu Atalia, ditambah pasangan lainnya. Kalau tidak ada Ibu Atalia Kang Farhan akan diuntungkan, tapi kalau berhadapan akan membuat pertarungannya menarik,” tandas Firman.
BERITA TERKAIT: