Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, meyakini sikap KPK ini didasarkan pada bukti yang cukup.
"Perkara ini kan sebenarnya sudah agak lama penyelidikannya KPK. Bahkan setahun yang lalu. Itu sudah mulai. Awal tahunlah paling tidak. Apakah ada kaitannya dengan kontestasi (politik), ndak juga. KPK sering kan, menangkap orang yang menjelang pilkada," ucap Boyamin kepada
RMOLJateng, melalui sambungan WhatsApp, Jumat (19/7).
Karena itu, Boyamin juga menampik penggeledahan KPK mulai dari ke kantor Walikota dan rumah pribadi, bermuatan politik. Dia justru masih memandang KPK berada pada jalur yang murni penegakan hukum.
"Dia (KPK) berusaha menangani hukum korupsi itu dengan alat bukti yang cukup. Kalau tidak, mereka tidak akan memaksakan. Nah itu yang dalam proses ini KPK sudah menjalankan tugasnya. Dan kalau sekarang sampai cekal itu kan berarti kan serius, gitu lo," imbuhnya.
Pendiri Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) ini juga menyebut, sebenarnya sudah lama KPK membidik Kasus korupsi di jajaran Pemkot Semarang, sejak era Soemarmo yang juga pernah terjerat kasus korupsi oleh KPK.
"Ada dugaan-dugaan ini kan bisa saja karena dulu kan wakil walikota. Sekarang jadi walikota," kata Boyamin.
Gaya dan praktik yang dipakai saat masih menjadi pengusaha inilah, lanjut Boyamin, yang kemudian mendatangkan konflik kepentingan antara posisi sebagai kepala daerah di satu sisi, dengan sisi sebagai pengusaha di sisi lain.
"Sehingga kemudian timbullah dugaan-dugaan gratifikasi, dugaan pengaturan pengadaan barang jasa, tender diatur, misalnya begitu. Atau ya itu tadi, pemerasan terhadap pegawai pegawai bawah atau yang ingin promosi atau mutasi harus setor upeti, ini kan hal yang jamak terjadi," jelas Boyamin.
"Mungkin pada posisi yang istilahnya bisa diduga aji mumpung. Jadi ya kemudian kalau diproses oleh KPK, ya hal yang wajar karena memang ada dugaan tindak pidana korupsi di situ," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: