Demikian penegasan Wakil Ketua Panitia Khusus Tata Tertib (Pansus Tatib) DPD RI, Hasan Basri saat jumpa pers di Pulau Dua Resto, Senayan, Jakarta, Selasa (16/7)
Hasan lalu menyoroti tata tertib yang digunakan adalah Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2022 yang berdasarkan sub wilayah, tetapi pimpinan DPD RI berusaha mengubahnya dengan membentuk Tim Kerja (Timja).
Menurutnya, pembentukan Timja adalah cacat prosedur. Ia mengingatkan anggota DPD RI itu sifatnya periodik, lima tahun sekali.
"Tiba-tiba anda masuk tidak bisa melakukan ABCD, periode lima tahun lalu saya menjadi amggota DPD RI, misalnya saya dapat teguran BK, sekarang kan sudah lima tahun, sengaja dibuat pasal pasal itu untuk membuat orang-orang saingan dia tidak bisa mencalonkan diri sebagai pimpinan DPD RI,” jelas Hasan.
Ia menekankan bahwa tata tertib harus dibuat dengan cara yang benar, disetujui dengan catatan atau ditolak dengan catatan, bukan diserahkan kepada pimpinan DPD RI.
Hasan juga mengkritik Ketua DPD RI yang merupakan anggota Pansus Tatib namun tidak pernah hadir dalam rapat-rapat pansus.
"Keotoritarian itu kita hentikan," kata Hasan.
Sementara itu, Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai menambahkan, insiden kekisruhan Rapat Paripurna DPD RI beberapa waktu lalu tidak serta merta terjadi dengan begitu saja.
Namun, menurut Yorrys, ada banyak kejanggalan yang harus dilawan dan diluruskan agar tidak terjadi kesewenang-wenangan.
“Jadi kejadian kemarin itu bukan serta merta. Namun ini dari satu sebab akibat yang berkepanjangan," kata Yorrys
Kemudian, lanjut Yorrys, sistem manajemen yang keliru dan dibangun oleh pimpinan dan terkesan otoriter dan terlalu memikirkan kepentingan status quo yang mereka sudah rancang.
Selain Hasan Basri dan Yorrys, turut hadir saat jumpa pers, Anggota DPD RI Papua Mamberob Rumakiek.
BERITA TERKAIT: