Demikian disampaikan Menteri Tito dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama Badan Pengawasan Pembangunan dan Keuangan (BPKP) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (8/7).
"Lebih dari Rp3.000 triliun anggaran kita, pusat dan daerah. Rp1.200 triliun (di antaranya) adanya di daerah dan ini rawan terjadi potensi tidak dana korupsi, utamanya pengelolaan APBD," kata Tito.
Pengelolaan anggaran di Pemda akan dikoordinasikan bersama DPRD. Namun Mendagri mengakui, anggaran belanja pada praktiknya akan disusun lebih tinggi dari pendapatan.
"Kita bisa membuat program apa saja untuk mempercepat pembangunan di daerah. Yang tidak boleh terjadi, belanja lebih banyak daripada pendapatan. Ini namanya rugi, defisit," sambungnya.
Mantan Kapolri ini juga mengaku telah menerima keluhan dari para kepala daerah terkait tuntutan DPRD yang meminta anggaran pokok-pokok pikiran (pokir) dinaikkan. Sementara, pendapatan daerah tidak bisa dimaksimalkan.
"Pokir memang sesuatu yang boleh karena anggota DPRD melihat janji politik saat berkampanye. Dia bangun jalan, gang, saluran irigasi. Janji politik yang kemudian disampaikan kepada eksekutif supaya dieksekusi eksekutif," urai Tito.
"Dan terjadi negosiasi berapa persen pokir yang pokok pikiran untuk DPRD. Ini curhatan dari para kepala daerah, teman-teman di DPRD membuat target tinggi. Supaya apa? Supaya persentase pokirnya menjadi tinggi juga," tambahnya.
Maka dari itu, Mendagri akan memantau target realisasi belanja dan pendapatan pemerintah daerah. Terlebih, akan ada pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024.
"Ini ada moral hazard yang bisa ada potensi untuk mengambil dari situ. Padahal kalau kita bisa mengelola pendapatannya tinggi dan mencapai target tinggi, maka surplus," tandas Tito.
BERITA TERKAIT: