Pemerintah masih mencari rujukan undang-undang yang tepat untuk menjadi payung hukum bagi Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang perlindungan ojol ini.
Mengingat hubungan antara pengemudi ojol dengan perusahaan bersifat kemitraan. Bukan karyawan. Sehingga belum diatur di dalam Undang-Undang.
Soal pembahasan itu, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti memberi masukan dengan menekankan pada paradigma kemitraan itu sendiri. Di mana pengemudi ojol harus dianggap bagian dari beneficial ownership atau pemilik saham.
“Pengemudi ojol ini kan pada prinsipnya menanamkan modal. Yang paling besar adalah kendaraan mereka. Di mana kendaraan itu menjadi bagian inti dari alat produksi perusahaan,” ujar LaNyalla kepada wartawan, Sabtu (15/6).
Sebagai bagian dari penanam saham, meskipun valuasinya kecil, kata LaNyalla, maka sudah ada sebenarnya cantolan payung hukumnya.
Lanjutnya, selain mendapat fee dari keringatnya saat menjalankan pekerjaan, valuasi dari modal dia juga harus diperhitungkan sebagai bagian dari dividen.
“Orang di lantai bursa bisa membeli saham perusahaan ojol ini. Bahkan nilai per lembar sahamnya lebih murah dibanding harga kendaraan," katanya.
"Begitu publik membeli saham, kan disebut juga sebagai bagian dari pemilik. Mendapat pembagian keuntungan juga. Apalagi pengemudi ojol ini menanamkan modal dalam bentuk alat produksi,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: