Hal tersebut menyedot perhatian Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Anas Urbaningrum. Menurut dia, itu terjadi akibat tingginya transaksional politik dalam Pemilu.
“Ketika politik makin padat modal dan pemilu kian berwajah lautan amplop, maka terminologi oposisi makin bikin ngeri. Menjadi hantu yang harus dihindar-jauhi,” ujar Anas dalam akun media X pribadinya, Kamis (16/5).
Lanjut mantan politisi Demokrat tersebut, menjadi oposisi identik dengan minimnya proyek untuk mendanai aktivitas politik mendatang.
“Sebab menjadi oposisi lalu diartikan sebagai musim kemarau dan tempat yang asing dari sumber2 logistik atau percetakan amplop,” jelasnya.
Mantan Ketua Umum PB HMI itu juga menyoroti mentalitas oposis yang rentan karena tak mau ambil risiko menjadi sasaran tembak.
“Mentalitas oposisi ringkih karena dinilai “ora aji” dan “ora melu mukti”. Apalagi prakteknya, acapkali oposisi memang harus menyiapkan diri untuk diperlakukan tidak patut, dan bahkan “dikuyo-kuyo”,” ungkap Anas.
“Artinya, memilih oposisi adalah memasuki episode mimpi buruk politik. Tentu tidak ada partai dan atau politisi yang bercita-cita menekuni episode ini. Kecuali terpaksa,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: