Pasalnya, pada Pilpres 2024 terjadi berbagai pelanggaran pemilihan umum yang seharusnya dilakukan dengan jurdil, bebas sesuai pasal 22 E UUD 1945.
Permintaan itu disampaikan Deputi Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis dalam Sidang Pendahuluan PHPU di Gedung MKRI, Jakarta, pada Rabu (27/3).
"Perlu kami terangkan bahwa pembuktian itu menuntut MK untuk berani melakukan pembuktian yang tidak sempit, terbatas pada perolehan suara. Pembuktian harus dilakukan secara menyeluruh," ujar Todung.
Sebab, kata Todung, selama ini MK hanya menyentuh wilayah-wilayah yang sempit dalam mengadili sengketa pemilu. Dalam hal ini masalah perbedaan perolehan suara semata.
"Tidak melihat keseluruhan integritas pemilu di mana proses pada tahap pra pencoblosan-pencoblosan dan pasca pencoblosan menjadi bagian yang tidak terpisahkan," tegasnya.
Seharusnya, lanjut Todung, dalam menyelesaikan PHPU, MK memiliki desain yang luas dan menyeluruh atau memeriksa semua pelanggaran yang terjadi pada semua tahapan Pemilu.
Itu setidaknya diatur dalam pasal 24 C ayat 1 UUD yang mengamanatkan MK untuk menyelesaikan PHPU dengan melihat semua pelanggaran dalam semua tahapan Pemilu.
"Kami memohon MK untuk keluar dari praktik penyelesaian PHPU yang sempit yang hanya memeriksa perbedaan perolehan suara," demikian Todung.
BERITA TERKAIT: