“Melihat adanya atensi dari masyarakat menyangkut hal tersebut, ada baiknya kita meminta penjelasan dari Kementerian BUMN dan Mind ID dalam masa sidang yang akan datang,” ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Haekal kepada
Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Kamis (29/2).
Meski begitu, Haekal menilai, sudah benar jika pemerintah menguasai potensi kekayaan alam nikel. Ini dalam rangka mewujudkan amanat UUD 1945 Pasal 33 yang berbunyi “Bumi, air, dan kekayaan alam Indonesia digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
“Nah melalui cara apakah yang terbaik tentu menjadi pertimbangan,” tutur Politikus Gerindra ini.
Haekal menegaskan, Komisi VI DPR RI memang mendorong Mind ID untuk menguasai Sumber Daya Alam (SDA) strategis sebanyak mungkin. Tentu harapannya dengan harga dan cara yang terbaik.
“Apakah dengan cara akusisi saham atau menunggu izin tambang kedaluwarsa dan memohon sendiri, tentu menjadi konsideran pemerintah,” tutupnya.
Sebelumnya, Mind ID menyepakati akuisisi saham sebesar 14 persen dari total kepemilikan saham PT VI dengan Vale Canada Limited (VCL), Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. (SMM).
Penandatanganan kesepakatan dilakukan oleh Direktur Utama Mind ID Hendi Prio Santoso, Deshnee Naidoo dari VCL, Yusuke Niwa dari SMM, Febriany Eddy dari PT VI di Jakarta, Senin (26/2).
Disaksikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, dan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana.
Dengan harga per lembar saham Rp3.050, maka pemerintah lewat holding pertambangan itu diperkirakan bakal merogoh kocek sebesar Rp 4,28 triliun yang akan dibayarkan kepada pihak pemegang saham sebelumnya.
Padahal seharusnya, pemerintah bisa menguasai seluruh saham PT Vale Indonesia tanpa harus membelinya. Sebab, PT Vale Indonesia tidak komitmen menjalankan beberapa perjanjian yang terdapat di dalam kontrak karya (KK).
Itu artinya, Mind ID bukan cuma bisa menguasai 34 persen saham.
Terlebih, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak merekomendasikan kontrak karya PT Vale Indonesia yang bakal berakhir pada Desember 2025 mendatang agar diperpanjang.
BERITA TERKAIT: