Namun, menurut Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, penilaian itu tendensius. "Penilaian seperti itu dipastikan ada tendensi politis, bukan teknokratis," katanya, lewat keterangan tertulis, Minggu (3/12).
Lebih lanjut Kamhar menjelaskan, food estate merupakan kebijakan yang lahir dari ikhtiar mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan.
"Sebagai negara yang memiliki sumberdaya agraris dengan populasi nomor empat terbesar di dunia, mewujudkan Indonesia berdaulat pangan menjadi imperatif," katanya.
Indonesia, sambung dia, memiliki daya dukung alam berupa sumber daya lahan, air, dan agroklimat yang memadai untuk berswasembada berbagai komoditi pangan.
Dijelaskan juga, jika pemenuhan proyek food estate diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar, dan bergantung pada impor, terlalu berisiko.
"Selain komoditi pangan sensitif secara politik, karena menyangkut hajat hidup rakyat, permintaan dalam jumlah besar sangat mempengaruhi ketersediaan dan harga di pasar dunia," katanya.
Apalagi, tambah Kamhar, saat ini banyak negara penghasil pangan menahan komoditinya untuk diekspor, setidaknya ada 20-an negara.
"KOndisi itu menjadi rentan dan berisiko tinggi bila bergantung pada impor," katanya lagi.
"Jadi food estate hadir untuk itu. Negara hadir untuk mengatasi berbagai persoalan di bidang pertanian, ketersediaan lahan," tutup Kamhar.
BERITA TERKAIT: