Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pidato Pengukuhan Guru Besar, Burhanuddin Muhtadi Singgung Politik Uang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/hani-fatunnisa-1'>HANI FATUNNISA</a>
LAPORAN: HANI FATUNNISA
  • Rabu, 29 November 2023, 17:51 WIB
Pidato Pengukuhan Guru Besar, Burhanuddin Muhtadi Singgung Politik Uang
Orasi ilmiah Burhanuddin Muhtadi yang ditayangkan melalui sebuah video di acara pengukuhan Guru Besar UIN Jakarta di Auditorium Harun Nasution, Ciputat, Jakarta pada Rabu, 29 November 2023/RMOL
rmol news logo Praktik jual beli suara ternyata hanya memiliki efek 10 persen terhadap hasil pemilihan umum. Meski tidak banyak, angka ini diperebutkan partai politik karena dinilai menguntungkan.

Begitu yang disampaikan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi dalam orasi ilmiah saat pengukuhan Guru Besar UIN Jakarta di Auditorium Harun Nasution, Ciputat, Jakarta pada Rabu (29/11).

Burhanuddin Muhtadi dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam Sidang Senat Terbuka bersama 6 Guru Besar bidang Sosial Humaniora lainnya oleh Rektor Prof Asep Saepudin Jahar.

Dalam studi Burhanuddin berjudul "Votes fot Sale: Klienelisme, Defisit Demokrasi dan Institusi", disebutkan bahwa efek 10 persen pada politik uang ternyata cukup memberikan hasil signifikan pada perolehan suara.

"Saya mengulas dinamika jual beli suara di Indonesia dan menginvestigasi secara menyeluruh. Pertanyaannya, seberapa banyak praktik politik uang di Indonesia dan seberapa efektif?" kata Burhanuudin.

Berdasarkan riset yang dilakukannya, sekitar 33 persen atau 62 juta dari total 187 juta pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2014 terlibat politik uang. Indonesia pun menjadi negara dengan tingkat politik uang tertinggi ketiga di dunia, di bawah Uganda dan Benin.

Burhanuddin melanjutkan, pemilih yang menjadi simpatisan ditarget politik uang. Jumlahnya mencapai 15 persen dari total pemilih, sedangkan 85 persen lainnya adalah massa mengambang (swing voters).

"Mereka enggan membidik pemilih mengambang karena menganggap menerima uang, tapi soal memilih, tidak bisa diandalkan," jelasnya.

Burhanuddin meneliti dampak praktik jual beli uang setelah pemerintah Soeharto, khususnya pada pemilu 2014 dan 2019. Ditemukan bahwa selisih yang dibutuhkan agar caleg bisa menang dari rivalnya hanya sebesar 1,6 persen.

Oleh sebab itu, angka 10 persen akan tetap menjadi perebutan di antara pelaku politik, terutama dengan sistem proporsional terbuka di Indonesia.

"Meski efek politik uang hanya 10 persen, tetapi dalam konteks kompleksitas politik bisa membuat perbedaan yang besar," ungkapnya.

Penelitian Burhanuddin juga menemukan bahwa partai politik banyak menyasar pemilih partisan sebagai target jual beli suara. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA