"Kegiatan itu tidak boleh dibatalkan karena melanggar konstitusi. Setiap orang berhak punya pikiran dan setiap orang berhak untuk dibantah pikirannya," kata pengamat politik Rocky Gerung usai diskusi di GSG Pahoman, Bandar Lampung sebagaimana dikutip
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (14/9).
Sejatinya, Rocky Gerung menjadi salah satu pembicara dalam diskusi BEM FEB Unila bertema "Menatap Indonesia Maju: Tentang Masa Depan Global dan Middle Income-Trap" di Auditorium Pascasarjana FEB, Kamis (14/9).
Namun diskusi tersebut tidak mendapat izin dari Rektor Unila Prof Lusmeilia Afriani dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Prof Nairobi.
Setelah dilarang oleh kampus, BEM FEB Unila tetap nekat menggelar diskusi tersebut di GSG Pahoman, Bandar Lampung.
Kepada para mahasiswa, Rocky Gerung menyampaikan bahwa di dalam kampus seharusnya ada pertengkaran pikiran yang terjadi.
"Mimbar akademisi itu bukan milik rektor, bukan milik dosen dan dekan, tapi milik siapa pun orang yang berpikir. Disebut kampus kalau ada pertengkaran pikiran," kata dia.
Sehingga, tindakan pelarangan diskusi BEM FEB Unila merupakan sebuah penghinaan terhadap kaum intelektual.
"Saya ingin peristiwa ini kita ingat sebagai penghinaan terhadap kaum intelektual. Melarang mahasiswa, padahal konstitusi kita bilang, pemimpin tugasnya mencerdaskan kehidupan bangsa," tutup Rocky Gerung.
BERITA TERKAIT: