Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Peringati 27 Tahun Kudatuli, Sekjen PDIP Singgung Pemimpin “Tangannya Berlumuran Darah”

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Kamis, 27 Juli 2023, 16:36 WIB
Peringati 27 Tahun Kudatuli, Sekjen PDIP Singgung Pemimpin “Tangannya Berlumuran Darah”
Diskusi memperingati 27 tahun Tragedi Kudatuli/RMOL
rmol news logo Tragedi 27 Juli 1996 atau Kudatuli bukanlah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) biasa. Pasalnya, penyerangan dan pengambilan paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, 27 tahun silam tersebut melibatkan elemen kekuasaan kala itu.

“Beliau (Megawati) selalu mengingatkan 21 Juli 1996 bukanlah peristiwa biasa. Ini adalah spirit gerakan arus bawah berhadapan dengan rezim yang sangat, sangat, sangat otoriter dan menggunakan berbagai cara demi kekuasaan,” kata Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, menyampaikan pesan Megawati dalam diskusi bertajuk “Refleksi Peristiwa 27 Juli 1996 Gerbang Demokratisasi Indonesia” yang digelar di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat, Kamis (27/7).

Hasto mengatakan, hingga saat ini peringatan peristiwa yang juga disebut "Sabtu Kelabu" itu terus dilakukan setiap tahun. Menurutnya, benteng-benteng kekuasaan saat itu menghentakkan Ketua Umum PDIP Megawati, sehingga kantor partai ini menjadi saksi pada 27 Juli 1996 terjadi serangan yang brutal.

“Kantor partai ini berhasil diluluhlantakkan, tetapi yang namanya semangat perjuangan itu tidak pernah bisa dihancurkan,” tutur Hasto.

Oleh karena itu, lanjut Hasto, Kudatuli bukan hanya tonggak sejarah yang sangat penting bagi PDIP, tetapi juga membangunkan suatu harapan dan mengingatkan bahwa kekuasaan tidak bisa dibangun dengan cara-cara otoriter.

Hasto lantas menyinggung pemimpin yang “tangannya berlumuran darah”. Menurutnya, pemimpin yang mempunyai rekam jejak “berlumuran darah” tersebut diyakini tidak akan bisa membangun peradaban bangsa.  

“Yang namanya pemimpin itu tidak bisa hadir tanpa langkah yang membangun peradaban, pemimpin tidak bisa hadir ketika tangannya berlumuran darah, pemimpin tidak bisa hadir ketika memiliki rekam jejak yang digelapkan oleh nilai-nilai kemanusiaan yang membutakan hati nuraninya itu,” tegas Hasto.

Turut hadir dalam diskusi tersebut sebagai pembicara, aktivis HAM/Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dan sejarawan Bonnie Triyana.

Menjadi penanggap dalam diskusi ini adalah saksi peristiwa 27 Juli 1996 sekaligus politikus PDI Perjuangan, Ribka Tjiptaning; sejumlah Ketua DPP PDIP antara lain Rokhmin Dahuri, Ahmad Basarah, dan Wiryanti Sukamdani; hingga keluarga korban 27 Juli 1996 yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kerukunan (FKK) 124. rmol news logo article
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA