Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati menjelaskan dengan ditetapkannya DPT Pemilu 2024, penyelenggara pemilu baik itu KPU dan Bawaslu harus mengecek dan melakukan pencermatan sampai ke tingkat desa.
Bahkan, kata Neni, KPU juga harus dapat mengantisipasi data janggal yang tercatat dalam kependudukan tetapi tidak dapat ditemui pada proses coklit.
"Data tersebut dapat berpotensi disalahgunakan oleh pihak tertentu untuk kepentingan politik dan dikhawatirkan terjadi adanya manipulasi suara di TPS. Dugaan data pemilih siluman ini menjadi rawan," demikian kata Neni kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (5/7).
Menurut Neni, Bawaslu harus bisa memastikan bahwa tidak ada data siluman yang dibuktikan bahwa yang bersangkutan memang ada orangnya.
Neni menegaskan bahwa DPT adalah menyangkut hak pilih seseorang. Artinya, harus dapat dipastikan bahwa hak pilihnya terlindungi karena yang tidak tercatat dalam DPT akan masuk Daftar Pemilih Khusus (DPK).
Selain itu, tambah Neni, DPT berkaitan dengan pemilih yang belum melakukan perekaman eKTP seperti pemilih pemula. Pihaknya mendorong KPU segera berkoordinasi dengan Kemendagri untuk sinkronisasi. Sebab, akan berdampak pada tidak memenuhinya syarat mereka menjadi pemilih di TPS harus memiliki e KTP.
"DEEP juga meminta publik aktif dalam merespon daftar pemilih. Sikap pasif publik yang tidak melakukan pengecekan terhadap daftar pemilih mengakibatkan daftar pemilih tidak dapat terkawal," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: