Hal ini disorot anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher. Pihaknya mempertanyakan peran dan fungsi pengawasan yang ada di tubuh kementerian tenaga kerja.
"Bagaimana peran Kemnaker selama ini? Jika fungsi pengawasan berjalan dengan baik, seharusnya perilaku oknum yang melecehkan pekerja perempuan dapat dicegah dan diberantas segera," kata Netty, Minggu (7/5).
Kasus pelecehan seksual terhadap pekerja perempuan diberitakan marak terjadi di Cikarang. Pelecehan dilakukan oknum pimpinan perusahaan terhadap pekerja perempuan sebagai syarat perpanjangan kontrak kerja.
Netty mendesak agar Kemnaker RI mengambil alih dan memberikan perhatian khusus pada kasus tersebut. Ia meminta Kemnaker RI segera menerjunkan tim untuk menyelidiki dan memeriksa dugaan kasus pelecehan seksual tersebut.
Ia tidak Kemnaker terkesan melakukan pembiaran, apalagi menganggap kejadian tersebut sebagai hal yang biasa atau umum terjadi.
"Para korban membutuhkan pendampingan dan jaminan keamanan dari pemerintah agar mau membuka kasus tersebut dan membawa ke jalur hukum," tegasnya.
Menurutnya, momentum ini harus dijadikan landasan agar UU TPKS dilaksanakan. Pasalnya undang-undang tersebut sudah disahkan, maka harus ampuh untuk menindak segala bentuk tindak kejahatan seksual yang terjadi di masyarakat.
"UU TPKS disahkan agar dapat menjerat pelaku tindak kejahatan seksual dan memastikan jaminan perlindungan pada korban," ucapnya.
Netty mendorong para korban pelecehan seksual agar berani bersuara dan melaporkan kasus yang dialaminya pada pihak berwenang.
"Saatnya para korban berani bersuara dan melaporkan kasusnya. Masyarakat yang mengetahui kejadian semisal juga harus berani membongkar dan membantu korban," imbuhnya.
Pihaknya menegaskan korban pelecehan seksual memiliki hak untuk mendapatkan bantuan dan dukungan.
"Banyak lembaga dan institusi yang siap mendampingi serta membantu korban. DPR RI juga terbuka untuk mengadvokasi kasus ini," demikian Netty.
BERITA TERKAIT: