Meski realisasi tinggi, namun anggaran lebih banyak diserap oleh program dukungan manajemen, bukan program pengelolaan dan layanan pertanahan serta program penyelenggaraan penataan ruang.
"Setelah dielaborasi, capaian anggaran
output prioritas tahun 2023 masih terdapat realisasi yang belum digunakan sama sekali pada tiga jenis kegiatan, dokumen persetujuan substansi RDTR Kab/Kota, peta tematik pertanahan dan ruang, dan data tanah ulayat," kata anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/4).
Sementara itu, jenis kegiatan lainnya seperti peta zona nilai tanah, akses reformasi dan SK redistribusi tanah, capaian anggarannya baru berkisar antara 0,02 sampai 0,04 persen. Hal ini menimbulkan pertanyaan publik bahwa realisasi anggaran kegiatan-kegiatan tersebut belum bergerak signifikan.
"Apakah ada kendala yang dihadapi dalam persoalan ini sehingga capaiannya belum menggembirakan," tanyanya.
Legislator dari Fraksi PAN ini juga menyoroti adanya pemotongan anggaran dari pemerintah terhadap Kementerian ATR/BPN sebesar Rp 411,66 miliar. Sumber dana yang dipotong adalah rupiah murni dari 3 jenis belanja, yaitu belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal.
Untuk jenis belanja barang dan belanja modal bisa dilakukan penyesuaian walau ada pemotongan anggaran. Namun penyesuaian sulit dilakukan untuk belanja pegawai.
"Jumlah pengeluaran untuk belanja pegawai ketika diajukan kepada Kemenkeu dan Bappenas tentu sudah terukur berdasarkan jumlah pegawai menurut golongan dan jabatan dan lain sebagainya. Belanja pegawai itu merupakan kewajiban negara untuk membayarkannya," demikian Guspardi.
BERITA TERKAIT: