Atas perintah Presiden Vladimir Putin, pasukan Rusia meluncurkan serangan ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Operasi militer tersebut disebut-sebut sebagai invasi terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II.
Dalam pandangan Gurubesar ilmu Hukum Internasional Universitas Indonesia, Profesor Hikmahanto Juwana, setidaknya ada empat skenario setelah satu tahun perang Ukraina-Rusia.
Skenario pertama, salah satu negara kalah dan pimpinan negara menyatakan menyerah.
"Skenario ini yang membuat Rusia atau Ukraina dengan bantuan NATO akan agresif melakukan serangan besar. Tentu masing-masing pihak akan bertahan sekuat tenaga. Skenario ini membuat perang di Ukraina semakin bereskalasi dan berpotensi meluas," ujar Hikmahanto kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (23/2).
Kedua, terjadi pergantian kepemimpinan, baik di Rusia atau Ukraina, di mana pemimpin baru membuat kebijakan untuk menghentikan perang.
"Pergantian ini bisa terjadi secara konstitusional, bisa juga inkonstitusional yang melibatkan operasi intelijen," imbuhnya.
Skenario ketiga,
zero sum game yang artinya tidak ada negara yang menang. Dalam skenario ini senjata nuklir sangat mungkin berbicara. Dunia secara keseluruhan akan terdampak.
Keempat, upaya menghentikan perang oleh pihak ketiga tanpa membenarkan atau menyalahkan pihak Ukraina atau Rusia.
"Upaya ini dilakukan oleh negara ketiga demi kemanusiaan dan demi menghindari krisis multidimensional yang akan dihadapi oleh dunia. Indonesia sebagai Ketua ASEAN masih relevan untuk berperan dalam skenario ini," demikian Prof Hikmahanto.
Berdasarkan data kantor Komisaris Tinggi PBB untuk hak asasi manusia, sejak awal invasi hingga Februari 2023, Perang Ukraina-Rusia telah mengakibatkan korban warga sipil 18.483 jiwa. Terdiri dari korban meninggal dunia 7.068 jiwa dan korban luka-luka 11.415 jiwa.
BERITA TERKAIT: