Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta khawatir imbas penyesuaian tarif KRL berpotensi menambah kemacetan dan beban polusi udara di Jakarta. Padahal, menurut Walhi Jakarta, sampai saat ini polusi udara dan kemacetan di ibukota belum bisa diselesaikan dengan baik oleh pemerintah.
“Masyarakat dibuat berpikir ulang untuk menggunakan kendaraan umum karena tarifnya yang naik. Padahal, kendaraan pribadi menjadi salah satu sumber polusi terbesar di Jakarta,†ujar Pengkampanye Walhi Jakarta, Muhammad Aminullah, Sabtu (31/12).
Subsidi tiket KRL sendiri, kata Aminullah, bukan hanya soal bantuan bagi masyarakat mampu atau tidak, tapi lebih kepada dukungan pengguna transportasi publik.
Sebab, pengguna transportasi publik telah berperan dalam menekan angka kecelakaan, kemacetan, polusi udara, serta emisi gas rumah kaca. Sehingga, perannya harus didukung melalui subsidi pengguna kendaraan umum.
“Jakarta sedang bertarung dengan kemacetan dan polusi udara, dan para pengguna transportasi umum telah mengambil peran menjadi salah satu bagian dari pemulihan Jakarta. Sudah sepatutnya pemerintah mendukungnya, bukan justru mencabut subsidinya,†kata Aminullah.
Ketimbang mencabut subsidi KRL bagi kalangan tertentu, Aminullah menekankan pencabutan subsidi kendaraan listrik pribadi. Subsidi kendaran listrik nantinya dapat dialihkan pada peningkatan transportasi listrik yang bersifat masal.
Selain tidak menjawab persoalan ketergantungan pada kendaran pribadi, subsidi kendaraan listrik pribadi hanya akan menambah jumlah kendaraan di jalanan. Sampai saat ini saja, menurut data BPS, angka sepeda motor dan mobil penumpang di Jakarta sudah mencapai 20.666.400 unit.
“Pemerintah harusnya fokus pada upaya melepas ketergantungan masyarakat pada kendaraan pribadi. Subsidi tiket KRL sudah tepat justru harus ditingkatkan, harusnya subsidi kendaraan listrik pribadi yang harus dipikirkan ulang,†demikian Aminullah.
BERITA TERKAIT: