Menyikapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, kebijakan pemerintah terkait larangan ekspor batubara yang terkesan plinplan itu berdampak besar terhadap para pengusaha batubara yang bermain di pasar internasional.
“Ya, sangat mempengaruhi, terutama mereka yang (perusahaannya) kecil-kecil pasti mereka minta juga (dibuka). Tapi ya kalau dari sisi pengusaha kaya (minta dibuka), karena ada tekanan eksternal maupun internal sendiri, karena kan dari dalam ini kan ada penambahan devisa ya kan, PNBP naik, ada pendapatan juga naik,†ucap Mamit kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (13/1).
“Jangan sampai ada kejadian lagi, PLN kekurangan pasokan,†imbuhnya.
Mamit melanjutkan, ada beberapa perusahaan batubara yang nakal tidak memenuhi kewajiban DMO. Maka, perusahaan itu perlu mendapatkan sentilan keras dari pemerintah agar dapat memenuhi kewajibannya, juga memasok ke dalam negeri.
“Karena, diatur dalam Kepmen 29/2021 sudah jelas banget harus memenuhi kewajban DMO, kalau tidak memenuhi ada dendanya. Selisihnya berapa dari pendapatan, dikali yang mereka hasilkan,†jelasnya.
Menurutnya, jika pemerintah tegas sejak awal soal kebijakan batubara terhadap para pengusaha tambang, maka Indonesia tidak akan mengalami krisis batubara untuk PLN.
“Karena selama ini masih abu-abu nih, jadi implementasinya belum berjalan. Sekarang,
reward and punishment ini berlaku, jadi bagi yang sudah memenuhi silakan kalian bisa ekspor gitu kan.
Punishment-nya yang belum memenuhi ya penuhi dulu, kalian belum bisa ekspor kalau belum memenuhi DMO,†tutupnya.
BERITA TERKAIT: