Edi Suharto Hanya Korban Perintah Juliari Batubara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Kamis, 02 Oktober 2025, 20:04 WIB
Edi Suharto Hanya Korban Perintah Juliari Batubara
Edi Suharto (tengah) bersama tim kuasa hukum. (Foto: Istimewa)
rmol news logo Staf Ahli kementerian Sosial Edi Suharto hanya korban dalam kasus bansos Covid-19 yang saat ini sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dikatakan Kuasa Hukum Edi Suharto, Faizal Hafied, Edi hanya menjalankan perintah jabatan yang saat itu menjabat Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial 2020.

"Bahwa atas dasar melaksanakan perintah jabatan tersebut, pada saat ini Bapak Edi Suharto telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK," ujar Faizal Hafied di Acacia Hotel, Jakarta Pusat, Kamis 2 Oktober 2025.

Faizal mengatakan Edi hanya melaksanakan perintah jabatan dari mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. 

Dia pun meminta pertanggungjawaban kasus ini dibebankan ke pemberi perintah jabatan. Dia menyebut Edi hanya korban ketidakadilan untuk melaksanakan perintah jabatan.

"Sesuai dengan Pasal 51 ayat 1 KUHP seharusnya Bapak Edi Suharto dalam melaksanakan perintah jabatannya sebagai Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Tahun 2020 tidak dapat dipersalahkan dan tidak dapat dipidana karena melaksanakan perintah jabatan yang ditugaskan kepadanya," urainya.

Dalam kesempatan yang sama, Edi Suharto mengungkapkan, awal mula peristiwa ini dimulai ketika Juliari Batubara memimpin rapat pimpinan di Kementerian Sosial. 

Dalam rapat tersebut, Juliari menyampaikan penugasan kepada Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial untuk melaksanakan distribusi beras Bulog. Padahal, tugas tersebut tidak sesuai dengan tupoksi Dayasos.

"Saya telah menyampaikan keberatan atas penugasan itu. Namun, Pak Juliari tetap memerintahkan agar Dayasos melaksanakan, dengan alasan pembagian beban tugas antar-direktorat jenderal," katanya.

Sejak awal, dirinya mengusulkan agar Bulog tidak hanya menyiapkan beras, tetapi juga langsung mendistribusikannya kepada KPM, sebagaimana pengalaman sebelumnya. 

"Usulan ini telah saya sampaikan melalui surat resmi sebanyak dua kali, namun Bulog hanya bersedia menyalurkan sampai tingkat desa atau kelurahan," katanya.

Meski demikian, lanjutnya, Juliari tetap bersikeras menunjuk transporter untuk menyalurkan beras hingga titik bagi di tingkat RT/RW. Juliari bahkan secara langsung memerintahkan dirinya untuk menemui pihak Pos Indonesia dan perusahaan DNR. 

"Saya sempat menanyakan asal-usul DNR, dan dijawab oleh Pak Juliari bahwa perusahaan tersebut adalah milik temannya. Sejak saat itu saya menyadari adanya potensi konflik kepentingan, sehingga saya tidak pernah bertemu ataupun berhubungan dengan pihak DNR," katanya.

Bahkan, kata dia, dalam proses seleksi transporter, Juliari menetapkan bobot penilaian 80 persen pada harga dan 20 persen pada aspek lain, yang akhirnya menyebabkan hanya tiga transporter yang terpilih: JNE, BGR, dan DNR. Pada akhirnya, BGR dan DNR yang ditetapkan dengan harga Rp1.500 per kilogram.

"Untuk mengawal program ini agar sesuai aturan, kami menyusun petunjuk teknis (juknis). Namun, dalam perjalanannya, Pak Juliari kembali menginstruksikan melalui pesan WhatsApp kepada Sesditjen agar aturan distribusi dibuat lebih fleksibel sesuai kondisi lapangan. Perintah tersebut pada intinya justru sangat menguntungkan pihak transporter," katanya.

Berdasarkan kronologi di atas, kata Edi, jelas bahwa tanggung jawab penuh atas program ini berada pada Menteri Sosial saat itu, Juliari Batubara. 

"Saya tegaskan kembali, bahwa saya hanya melaksanakan perintah atasan sebagai bawahan di Kementerian Sosial," tegasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA