Hari ini, Selasa (22/6), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga telah melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara.
Melihat data tersebut, Ketua BPK, Agung Firman Sampurna mengaku khawatir pemerintah tidak mampu untuk membayarnya.
"Nah lho.. RR dkk sudah ingetin jauh hari!!" kata Rizal Ramli menanggapi lewat akun Twitter, Selasa malam.
Juli tahun 2018, Rizal Ramli sudah mengingatkan soal bahaya utang. Dia mengkritik cara pemerintah menyampaikan tentang kondisi utang kepada masyarakat.
"Indikator yang dipakai pejabat-pejabat bela utang hanya ratio Debt/GDP. Itu menyesatkan!! Indikator-indikator yang lebih penting: ratio Debt Service/Export, Debt Service/Penerimaan, Primary Balance," ungkap dia.
Namun, lanjut Rizal Ramli, saat itu dia dibantah oleh para pejabat bidang ekonomi yang dikomandoi Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
"Pake ratio Debt/GDP itu menyesatkan! Tapi, RR waktu itu dibantah-bantah oleh pejabat-pejabat ekonomi," ucapnya.
Jauh hari, RR sudah mempersoalkan utang luar negeri Indonesia. Tahun 2018 itu, dia sudah wanti-wanti bahwa utang kita sudah lampu kuning.
Hari ini, BPK melaporkan, realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2020 sebesar Rp 1.647,78 triliun atau mencapai 96,93 persen dari anggaran. Sementara itu, realisasi belanja negara sebesar Rp 2.595,48 triliun atau mencapai 94,75 persen dari anggaran.
Hal itu membuat defisit anggaran tahun 2020 dilaporkan sebesar Rp 947,70 triliun atau 6,14 persen dari PDB.
Utang pemerintah sudah mencapai Rp 6.074,56 triliun pada tahun 2020. Jumlah utang ini naik tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2019, yaitu Rp 4.778 triliun.
BERITA TERKAIT: