Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Agar Tidak Kontroversial, Pak Jokowi Dapat Saran Supaya Pemindahan Ibu Kota Negara Melalui Referendum

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Kamis, 03 Juni 2021, 23:23 WIB
Agar Tidak Kontroversial, Pak Jokowi Dapat Saran Supaya Pemindahan Ibu Kota Negara Melalui Referendum
Masterplan ibu kota negara baru Indonesia di Kalimantan Timur/Net
rmol news logo Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru oleh pemerintah belum juga menunjukkan progres yang nyata.

Pasalnya, pemerintah telah menyerahkan Rancangan Undang-undang RUU tentang IKN kepada DPR RI, namun sampai sekarang belum terdengar ada pembahasannya di ruang rapat parlemen.

Begitu diungkapkan Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, membicarakan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Menurut Jamiluddin Ritonga, pembahasan RUU IKN perlu dilakukan, karena secara hukum pemerintah perlu melakukan perubahan UU untuk memindahkan ibu kota negara.

"Masalahnya, RUU tentang IKN belum dibahas DPR, tapi pemerintah sudah menetapkan lokasi ibu kota baru di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Paser Utara, Kalimantan Timur," ujar Jamiluddin Ritonga kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (3/6).

Bahkan, Jamiluddin turut mepertanyakan sejumlah hal yang dibicarakan pemerintah terkait rencana pembangunan IKN ini. Misalnya, terkait ground breaking ibu kota negara baru yang sudah direncanakan pada tahun 2021.

Sementara menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, rencana pembangunan ibu kota negara baru akan masuk dalam APBN 2022. Kemudian, pernyataan Menkeu tersebut dibantah Menteri PUPR Basuki Hadimuljono yang mengatakan, pada Pagu Indikatif 2022 belum ada penganggaran untuk pembangunan ibu kota negara baru.

"Jadi, rencana pembangunan ibu kota negara baru ini memang kontroversial dan kontradiksi. Sebab, rencana pemindahan dan lokasi ibu kota negara baru sudah ditetapkan sementara payung hukumnya belum ada," tuturnya.

Dari situ Jamiluddin menilai bahwa rencana pemindahan dan penentuan lokasi ibu kota negara baru merupakan ketetapan penguasa. Karena tidak ada di dalam pasal konstitusi negara yang mengamanatkan hal tersebut, baik kepada penguasa maupun DPR RI.

Karena itu, dia menyarankan agar keputusan pindah tidaknya ibu kota negara, termasuk lokasinya, idealnya mendapat persetujuan dari rakyat secara langsung. Di mana, dalam negara demokrasi seyogyanya persetujuan itu melalui referendum.

"Kenapa referendum? Karena satu, persoalan ibukota negara berkaitan langsung dengan kepentingan semua rakyat Indonesia. Karena itu, rakyat harus ditanya langsung apakah setuju ibu kota negara dipindahkan, termasuk di mana lokasi ibu kota negara baru," ucapnya.

Jikalau rakyat melalui referendum menyetujui pemindahan ibu kota dan lokasinya, Jamiluddin mengatakan bahwa setelah itu barulah pemerintah bersama DPR RI membuat payung hukumnya.

"Cara inilah yang dikehendaki paham demokrasi. Dengan begitu, rencana pemindahan ibu kota negara dan penetapan lokasinya yang ditentukan penguasa sangat tidak sejalan dengan kehendak demokrasi," kata Jamiluddin.

"Karena itu, sebelum ada referendum maka rencana pemindahan ibu kota baru sebaiknya tidak hanya ditunda tapi dibatalkan," imbuhnya.

Lebih lanjut, Jamiluddin berkesimpulan bahwa pemindahan ibu kota negara baru, di mana pun lokasinya, tidak menjadi masalah bila hal itu sudah disetujui rakyat secara langsung. Dengan begitu, pemindahan ibu kota negara baru bukan karena kehendak penguasa.

"Tentu itu akan dilaksanakan bila bangsa ini memang bersungguh-sungguh melaksanakan demokrasi. Semoga Pemerintah dan DPR RI menyadari hal itu sebelum membahas RUU IKN," demikian Dekan Fikom IISIP Jakarta periode 1996-1999 ini menambahkan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA