Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Demo Di Tiga Lokasi, Mahasiswa Kritisi Dugaan Korupsi Di Kementerian Perhubungan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Sabtu, 26 September 2020, 04:25 WIB
Demo Di Tiga Lokasi, Mahasiswa Kritisi Dugaan Korupsi Di Kementerian Perhubungan
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi/Net
rmol news logo Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam suara mahasiswa untuk demokrasi (Somas) melakukan aksi mendesak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk segera memecat Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi.

Desakan tersebut muncul karena telah terlibat dalam berbagai dugaan kasus korupsi di Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Mereka menggelar aksi di sejumlah titik, di depan gedung KPK, depan Istana dan di depan Kementerian Perhubungan, Jumat (25/9).

"Kasus korupsi yang ada di Kementerian Perhubungan mulai dari harga tiket pesawat yang tidak terjangkau sejak 2018. Dalam kasus itu, harga tiket paling murah mencapai Rp 840.500 untuk orang dewasa. Padahal harga tiket serupa hanya berkisar Rp 350.000-an pada tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu, harga tiket ke Singapura dari Jakarta di waktu yang sama hanya Rp550.000," kata koordinator aksi, Bung Kif dalam keterangannya, Jumat (25/9).

Selain itu, Bung Kif mengungkapkan, saat menjabat sebagai Direktur Utama Angkasa Pura II, Budi Karya Sumadi diduga melakukan korupsi dalam pembangunan terminal 3 bandara Soekarno-Hatta.

"Kemudian saat Budi Karya Sumadi menjabat sebagai Direktur Utama Angkasa Pura II, pembangunan terminal 3 ultimate Bandara Soekarno-Hatta sudah siap beroperasi, namun faktanya, terminal 3 masih belum rampung dan mendapatkan segudang masalah.Terminal 3 ultimate berubah jadi aib bagi bangsa karena banyaknya masalah. Mulai dari lampu mati sampai kebanjiran hebat," bebernya.

Bahkan, ia mengungkapkan, saat Budi Karya Sumadi masih menjabat sebagai Direktur PT Pembangunan Jaya Ancol, Menteri Perhubungan saat ini diduga melakukan Korupsi yang merugikan negara mencapai Rp 515 Milyar.

"Kemudian saat menjadi Direktur PT Pembangunan Jaya Ancol, muncul kasus korupsi pengalihan penggunaan lahan milik DKI Jakarta di Ancol Beach City Mall yang merugikan negara sekitar Rp 515 miliar. Selain itu, sebagai Dirut Angkasa Pura II, terjadi kasus PKJL. Budi Karya memenangkan tender PT Nindya Karya padahal perusahaan tersebut melanggar kerangka acuan kerja (KAK) dalam proyek PKJL," jelasnya.

Saat ini juga, kata dia, Kementerian Perhubungan di bawah kendali Budi Karya Sumadi tidak mempunyai terobosan dalam melakukan pencegahan penyebaran Virus Covid-19 di setiap angkutan transportasi baik darat, udara dan laut.

Kemudian, dalam rangka mencegah penularan Virus Covid-19, Kementerian Perhubungan tidak mempunyai program dalam pencegahan penyebaran Virus Covid-19. Sementara itu, temuan kasus penyebaran Covid-19 dari transportasi umum, menjadi perhatian khusus dari Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Doni Monardo.

Bahkan, Budi Karya Sumadi juga diduga terlibat dalam kasus korupsi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

"Dan yang paling memukul pemerintahan Jokowi adalah kasus mega korupsi Hubla yg terjadi ketika Budi Karya menjabat Menhub. Di mana Dirjen Hubla kena operasi tangkap tangan (OTT) dan akhirnya di vonis 5 tahun penjara. Atas kasus mega korupsi tadi di depan hakim dia mengaku lengah antisipasi korupsi," katanya.

"Dengan rekam jejak seperti ini maka seharusnya Presiden mempertanyakan kapabilitasnya sebagai pemimpin, atau indikasi pembantu yang dipilihnya itu merupakan bagian dari korupsi itu sendiri," imbuhnya.

Untuk itu, suara mahasiswa untuk demokrasi meminta Presiden Joko Widodo untuk segera mencopot Budi Karya Sumadi dari jabatanya sebagai Menteri Perhubungan.

"Untuk itu, kami dari suara mahasiswa untuk demokrasi (SOMAS) meminta Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk segera memecat Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA