Ketua MPR RI Waspadai Pemain Isu Rasisme Di Papua

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Sabtu, 13 Juni 2020, 20:45 WIB
Ketua MPR RI Waspadai Pemain Isu Rasisme Di Papua
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo/Net
rmol news logo Isu rasisme di Papua seolah sengaja dimainkan oleh sekelompok orang yang mencoba mengkait-kaitkan aksi kepedulian terhadap George Floyd di Amerika Serikat dengan proses hukum di Papua.

Padahal di satu sisi, banyak pihak termasuk MPR RI sedang berupaya melakukan pendekatan persuasif, humanis, dan strategis dalam menyelesaikan berbagai dugaan diskriminasi hukum yang terjadi di tanah Cenderawasih itu.

Demikian disampaikan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam keterangannya, Sabtu (13/2).

"MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) terus terlibat membantu saudara kita yang menyuarakan keadilan sosial terhadap Papua agar tidak mendapat diskriminasi hukum," ujar Bamsoet.

Menurut Bamsoet, isu SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) merupakan isu yang sangat sensitif dan bisa mengoyak-ngoyak ketentraman sebuah negara. Tanpa terkecuali bagi negara yang disebut paling demokratis seperti Amerika Serikat. 

“Kita tetap harus waspada, karena tak menutup kemungkinan ada pihak-pihak yang berusaha menjadi provokator, memanfaatkan kejadian di Amerika untuk menyulut emosi publik yang dapat mengganggu kedamaian di Papua khususnya dan Indonesia umumnya," kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini mencontohkan upaya konkret yang sedang dilakukan MPR.

Ia menyebut keberadaan Forum Komunikasi dan Aspirasi Anggota DPD-DPR RI Dapil Papua dan Papua Barat (For Papua) yang selalu aktif menjembatani komunikasi dari berbagai pihak demi terwujudnya perdamaian di Papua.

"Alhamdulilah berkat kerja keras semua pihak, keenam saudara kita tersebut yakni Surya Anta Ginting, Anes Tabuni alias Dano Anes Tabuni, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, dan Arina Elopere alias Wenebita Gwijangge, telah dibebaskan pada Mei 2020," tuturnya.

Senada dengan Bamsoet, Yorrys Raweyai, anggota For Papua yang juga perwakilan DPD dari Papua mengatakan bahwa ada penanganan hukum yang sudah dan terus diupayakan. Seperti kasus Mispo Gwijangge yang diduga membunuh pekerja Istaka Karya.

“Kami panggil mitra kerja dan pihak yang terkait Papua. Ini adalah upaya politik, bukan hanya hukum saja,” kata Yorrys.

Alhasil, pada April lalu, pengadilan pun membebaskan Mispo dari berbagai tuduhan karena dianggap tidak terbukti.

“Kami masih akan upayakan untuk kasus lain. Kami tidak tinggal diam.” ucapnya.

Kendati mendapat pengawalan politik dan keberpihakan, Yorrys mengingatkan agar masyarakat tetap mewaspadai pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang ingin mengambil untung dari situasi konflik di Papua.

“Jangan kita terprovokasi dengan orang yang ingin mengait-ngaitkan masalah di Papua,” katanya.

Sementara itu, Filep Wamafma, anggota DPD yang ada di For Papua dan juga mengawal kasus Mispo Gwijangge, mengakui bahwa urusan Papua tidak bisa semata-mata hanya dipandang sebagai masalah hukum, tapi juga politik. Sehingga langkah-langkah yang ditempuh itu akan menjadi kebijakan politik yang terbaik bagi Papua di masa depan.

“Pemerintah juga harus membuka ruang yang luas, terbuka, melibatkan semua komponen. Sehingga masalah Papua juga bisa dibicarakan dengan martabat,” kata Filep menambahkan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA