Hal itu berdasarkan hasil survei yang dilakukan Parameter Politik yang dilakukan sejak 5 Oktober hingga 12 Oktober 2019 yang melibatkan seribu responden se-Indonesia.
Direktur Eksekutif Parameter Politik, Adi Prayitno mengatakan, dari seribu responden yang dilibatkan, sebanyak 44,4 persen tidak setuju terhadap revisi UU KPK.
"15 persen publik kurang setuju terhadap revisi UU KPK, yang tidak setuju sebanyak 24,9 persen dan 4,6 persen sangat tidak setuju terhadap revisi UU KPK," ucap Adi Prayitno di Kantor Parameter Politik di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (17/10).
Sedangkan yang setuju terhadap revisi UU KPK hanya sebesar 23,2 persen. Dimana, sebanyak 2,1 persen publik sangat setuju terhadap revisi UU KPK, yang setuju sebanyak 12,4 persen dan yang cukup setuju sebanyak 8,7 persen.
Berkaitan dengan data itu, Adi menyebutkan bahwa mayoritas masyarakat menilai UU KPK yang baru melemahkan kekuatan KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia.
"Mayoritas masyarakat yakni sebesar 39,7 persen juga berpendapat bahwa UU KPK yang baru akan melemahkan KPK dalam memberantas korupsi," jelasnya.
Dimana, sebanyak 39,7 persen publik menilai UU KPK yang baru sebagai bentuk pelemahan KPK. Sedangkan hanya 25,2 persen yang tidak setuju terhadap pendapat tersebut.
Dengan demikian kata Adi, mayoritas masyarakat sebesar 47,7 persen masyarakat menginginkan Presiden Joko Widodo agar menerbitkan Perppu KPK untuk membatalkan revisi UU KPK yang baru.
Sedangkan hanya 13 persen masyarakat berharap UU KPK yang baru agar diberlakukan. Dan sebanyak 39,3 persen masyarakat tidak menjawab.
BERITA TERKAIT: