Siapakah yang mendapatkan kemenangan dari acara tersebut, jawabannya adalah Pancasila! Tanpa kesepakatan batiniah yang dialiri oleh nilai sakral Pancasila di dalam perasaan masing-masing stakeholder adalah sangat mustahil untuk menyaksikan acara di Monas dapat berjalan dengan damai.
Menurut informasi panitia dan laporan pandangan mata reporter media, jumlah peserta mencapai delapan sampai sepuluh juta orang dari berbagai kota besar di luar Jakarta bahkan dari luar pulau Jawa.
Perhelatan masif itu berlangsung khidmat dan berjalan aman dan damai. Gelombang masa yang tumpah ke Jakarta dan bermuara di Monas telah berlangsung dua hari sebelum puncak acara. Mereka menetap di mesjid �" mesjid terdekat dan mendapat sambutan hangat dari warga ibukota di sekitar titik kumpul itu.
Matahari pagi di langit Jakarta di atas Monas bersinar menyebar senyum ramah. Pancasila seakan melambai bersama siraman sinar matahari pagi menyapa peserta reuni yang sejak puluhan jam sebelumnya tidak pernah berhenti melantunkan doa dan shalawat nabi yang khusyuk, syahdu dan penuh khidmat disertai aroma religiusitas yang memukau.
Seperti diketahui perbedaan pilihan politik menjelang Pemilu 2019 yang sangat tajam menjadi sumber konflik horisontal dua kubu kontestan. Semangat keinginan berkuasa sangat dominan. Nyaris meminggirkan tata krama dan landasan etika berbangsa dan bernegara.
Lapangan Monas, yang dulu bernama Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) pernah menorehkan sejarah penting di awal �" awal kemerdekaan. Hanya kurang lebih satu bulan setelah proklamasi kemerdekaan di Lapangan Ikada berlangsung rapat raksasa pada 19 September 1945. Bung Karno selaku proklamator dan presiden menyampaikan pidato singkat yang dihadiri ribuan pemuda pejuang dan rakyat bertujuan membulatkan tekad mengawal dan mengisi kemerdekaan.
Apa yang terjadi hari ini di Monas, yang dulu dikenal sebagai lapangan Gambir, harus dimaknai sebagai langkah substansial menegaskan kesepakatan batin bangsa yang mengikatkan seluruh jiwa dan raga ke dalam nilai intrinsik yang terkandung di dalam kelima sila Pancasila.
Ancaman perpecahan yang setiap hari dikobarkan melalui berbagai forum politik merebak ke ruang publik menimbulkan keresahan.
Jelas ini adalah sebuah tindakan pengerdilan nilai luhur bangsa yang secara sadar atau tidak (mungkin juga memang ada yang secara sadar) adalah perbuatan petualang politik yang berkedok Pancasila. Mereka berperilaku seakan - akan sangat Pancasilais.
Melakukan propaganda berkedok moralitas yang pada hakekatnya anti moralitas karena yang diciptakannya adalah serangkaian kegoncangan demi kegoncangan yang mencemaskan dan pada gilirannya akan melahirkan semangat yang sangt skeptis terhadap kesaktian Pancasila.
Tindakan inilah sebenarnya yang patut disebut sebagai terror, atau radikalisme terselubung dengan berlindung dibalik anjuran �" anjuran moralitas yang di dalam praktiknya adalah anti moralitas.
Jika kita bersepakat maka sesungguhnya ancama nyata terhadap keutuhan bangsa ini justru terdapat di dalam anjuran dan seruan persatuan yang dikhotbahkan siang malam melalui jalur demokrasi palsu yang dibungkus rapi dengan regulasi �" regulasi demokrastis yang artifisial.
Maka apa yang terjadi hari ini di Monas, sesungguhnya harus dilihat sebagai peringatan besar dan peringatan keras kepada seluruh rakyat. Mereka jangan mau terperangkap di dalam propaganda demokrasi semu yang sesungguhnya terbungkus rapi di dalam kemasan tipu muslihat; sebuah rencana pembunuhan tanpa jejak oleh tangan tidak terlihat. Pembunuhan terhadap ketangguhan persatuan bangsa dengan cara melumpuhkan Pancasila sebagai perekat utama persatuan dan kesatuan itu.
Bangsa besar ini hanya dapat dikalahkan jika Pancasila dipisahkan dari dirinya. Dan upaya panjang untuk melumpuhkan Pancasila sebenarnya sangat jelas dapat kita temukan dan baca di dalam berbagai jejak sejarah hitam upaya bangsa asing bersama kompradornya.
Bangsa asing itu bersama kaki tangannya di dalam negeri yang notabene adalah anak negeri ini juga - mau merebut negeri yang sangat kaya raya ini sebagai sumber potensi penjamin kelangsung hidup masyarakat dunia untuk jangka panjang dalam bentuk sumber daya alam yang berlimpah (pertanian, tambang dan hasil laut).
Lihatlah, jika kita renungkan sesungguhnya upaya pelemahan secara sistemik terhadap bangsa ini sudah lama berlangsung.
Sejumlah pergolakan dalam negeri yang tercatat dalam sejarah dapat jadi bukti. Pada saat yang sama di dalam bukti sejarah itu juga kita dapat menemukan fakta bahwa adalah karena Pancasila maka negara dan bangsa ini masih dapat survive sampai hari ini.
Oleh karena itu, perhelatan reuni “PA212†hari ini harusnya dapat disepakati sebagai sebuah upaya semua elemen bangsa untuk menyatakan diri ; tidak akan pernah mau menyerah kepada segala daya upaya pihak asing atau kaki tangannya untuk mebelokkan Pancasila.
Jangan hendaknya ada yang berfikir ini gerakan umat Islam semata. Faktanya, semua elemen bangsa dan lintas agama ikut serta dalam perhelatan akbar yang sangat fantastis dan masif itu. Yang jelas ini adalah parade kekuatan rakyat - yang merasa untuk itu mereka - tidak butuh menggunakan gedung mereka yang mentereng di Senayan.
Perhelatan yang dibuat secara spontan dengan persiapan waktu yang sangat pendek itu , pada akhirnya dapat terlaksana tanpa turut campurnya tangan negara, dalam arti faslitias dan pendanaan.
Satu �" satunya keterlibaan negara yang nyata dan patut diacungi jempol adalah kolaborasi aparat keamanan TNI dan Polri telah berjasa memberikan rasa aman dan kenyamanan sampai selesai pesta rakyat yang dikelola sendiri oleh rakyat itu secara swadaya dan bersemangat. Netralitas TNI �" Polri adalah sebuah kabar gembira yang konstruktif berkontribusi besar terhadap demokrasi.
Melalui peristiwa kolosal di Monas hari ini, diharapkan dapat menjadi titik awal untuk menata kembali pentingnya nilai luhur Pancasila menjadi acuan semua pihak di dalam berkompetisi politik. Gunanya adalah untuk mendorong porses demokratisasi ke depan agar dapat melahirkan sebuah perhelatan Pemilu yang menggembirakan, menyatukan dan saling menguatkan. Semua pihak harus menyadari hal ini. Indonesia sedang bergegas!
[***]Penulis adalah wartawan senior dan pemerhati masalah sosial budaya