Dukungan Milenial Ke PDIP Tidak Lepas Dari Upaya Pemerintah Memajukan Industri Digital

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Sabtu, 27 Oktober 2018, 12:15 WIB
Dukungan Milenial Ke PDIP Tidak Lepas Dari Upaya Pemerintah Memajukan Industri Digital
PDI Perjuangan/Net
rmol news logo . PDI Perjuangan menjadi partai politik paling populer di kalangan kaum milenial. PDIP bahkan mengalahkan popularitas Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meski partai baru itu paling getol membangun citra sebagai partai anak muda.

"Kuatnya dukungan milenial ke PDIP tentu tidak lepas dari coattail effect yang diperoleh dari sosok Presiden Jokowi," ujar Direktur Eksekutif Tali Foundation yang juga praktisi ekonomi digital, Jusman Dalle dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/10).

Walau bagaimanapun juga, kata Jusman, Jokowi tetap identik dengan PDIP. Di luar Jokowi effect, belakangan ini PDIP memang mulai aktif mendekati milenial dengan mengkomunikasikan caleg-caleg muda dari kalangan selebritas dan pesohor.

Tapi yang paling menarik, di luar faktor pendekatan komunikasi, kecenderungan pilihan milenial ini tidak lepas dari kuatnya kesan kehadiran pemerintah di kancah ekonomi digital. Impresi pertumbuhan ekonomi digital memberikan efek "wow" kepercayaan kepada pemerintah.

"Milenial menilai upaya pemerintah bekerja memajukan industri digital," ucap Jusman.

Impresi ekonomi digital, lanjut Jusman, merupakan faktor kunci dalam membaca arah dukungan generasi muda dalam kontestasi Piplres dan Pileg. Terutama bagi petahana dan parpol pendukungnya yang paling mudah mengakses milenial melalui industri digital.

"Generasi milenial merupakan generasi independen yang piawai berselancar di atas gelombang ekonomi digital, dan juga penentu arah politik elektoral di Indonesia," sebutnya.

Selain itu, Jusman mengungkapkan, bahwa Industri digital tumbuh impresif di Indonesia. "Paling kinclong di antara semua sektor industri, bahkan dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi nasional," sambungnya.

Menurut Jusman tidak sulit menemukan industri yang tumbuh hingga 10,7 persen pertahun saat ekonomi nasional hanya tumbuh 5,07 persen. Sebagai komparasi, di sektor Fast Moving Cunsomer Goods (FMCG) yang tumbuh 2,7 persen pada tahun 2017. Demikian juga industri properti yang mencatat pertumbuhan di angka 3,68 persen. Padahal, sehari-hari kebutuhan 260 juta rakyat Indonesia tidak pernah lepas dari dua sektor ini.

"Nyatanya, industri digital mampu berlari kencang di antara semua industri. Ini membuktikan bahwa sektor ekonomi digital amat digandrungi. Pemerintah termasuk cepat merespons gemuruh pergerseran lanskap ekonomi ke arah digitalisasi. Hal ini terlihat dari kebijakan dan program-program promotif pemerintah untuk menghela industri digital," terangnya.

Jusman mengatakan, Agustus tahun 2017, pemerintah merilis Perpres tentang Road Map Ecommerce Indonesia tahun 2017-2019. Pemerintah juga proaktif menjaring investor global yang diarahkan ke sektor industri digital. Mulai dari memboyong para pendiri startup untuk muhibah ke Silicon Valley, hingga proses perizinan yang dibuat ringkas. Indonesia sudah berada di track yang benar untuk menjadi bangsa terdepan di industri digital.

Dengan itu, Jusman mengatakan generasi milenial sebagai aktor utama industri digital merupakan pintu masuk untuk mengintroduksi preferensi politik segmen pemilih jumbo ini. Terlebih, milenial kini jadi rebutan di pentas kontestasi politik nasional. Berbagai lembaga memperkirakan jumlah pemilih milenial tak kurang dari 40 persen dari total pemilih.

"Milenial jadi segmen pemilih yang paling diperebutkan. Capres dan Cawapres hingga partai politik berlomba-lomba membangun proksimiti dengan milenial. Simbol-simbol milenial mendominasi materi komunikasi atributif para kandidat di berbagai medium promosi," ucapnya.

Namun demikian, masih kata Jusman, mendekati pemilih milenial memang bukan langkah mudah. Milenial adalah generasi yang cuek dengan urusan politik. Sikap cuek terhadap politik merupakan perilaku bawaan generasi milenial secara global.

Di Indonesia, beberapa survei merekam preferensi pemilih milenial, baik untuk kandidat capres-cawapres maupun untuk partai politik. Menurut survei Saiful Mujani Research Center (SRMC) tahun 2017 silam, pasangan Joko Widodo-Maruf Amin masih unggul di kelompok pemilih usia muda. Senada, survei LSI Denny JA yang digelar pada Agustus 2018 juga menangkap hasil serupa.

"Sebanyak 50,8 persen responsen pemilih muda usia 17-39 tahun melabuhkan pilihan ke Jokowi-Ma’ruf, sedangkan Prabowo-Sandi meraup 31,8 persen," demikian Jusman. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA