Pembakaran Bendera, Ketum PP Muhammadiyah: Jangan Keliru Mengambil Langkah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Kamis, 25 Oktober 2018, 16:50 WIB
Pembakaran Bendera, Ketum PP Muhammadiyah: Jangan Keliru Mengambil Langkah
Haedar Nashir/Net
rmol news logo . Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir prihatin atas pembakaran bendera bertuliskan lafaz Laa Ilaaha Illa Allah di Kabupaten Garut. Akibatnya timbul reaksi penentangan cukup meluas di Tanah Air.

Muhammadiyah tidak ingin persoalan ini terus meluas menjadi masalah nasional yang menyebabkan retak di tubuh bangsa.

"Kami percaya umat Islam maupun seluruh masyarakat Indonesia tetap mampu menjaga keutuhan nasional," ujar Haedar dalam keterangan tertulis kepada redaksi, Kamis (25/10).

Menurutnya, perbagai pengalaman pahit sebelum ini lebih dari cukup untuk menjadi bahan pelajaran ruhaniah. Umat dan bangsa dibuat makin matang dan dewasa. Karenanya kasus pembakaran bendera tersebut jangan menjadikan umat Islam dan bangsa tepecah belah dan jatuh pada saling bertentangan satu sama lain.

Karenanya, diimbau agar seluruh umat Islam dan warga bangsa dapat menahan diri. Tetap bersikap tenang dan tidak berlebihan dalam menghadapi masalah yang sensitif. Hindari aksi-aksi yang dapat menambah persoalan menjadi bertambah berat dan dapat memperluas suasana saling pertentangan di tubuh umat dan bangsa.

"Beban bangsa Indonesia sungguh berat dengan berbagai masalah seperti korupsi dan kesulitan ekonomi, sehingga jangan ditambah dengan masalah baru," terang Haedar.

Sikap legowo dan tidak apologi atas kesalahan perlu ditunjukkan sebagai wujud kedewasaan berbangsa. Semua pihak penting mengedepankan jiwa ikhlas untuk berusaha saling meminta maaf dan memberi maaaf satu sama lain berlandaskan spirit ukhuwah sebagaimana diajarkan dalam Islam.

"InsyaAllah tidak ada yang jatuh diri karena saling memaafkan, sebaliknya hal itu menggambarkan kemuliaan diri," ucap Haedar.

Jelas dia, semua komponen bangsa pada dasarnya mencintai Indonesia dan tidak ada satu pihak pun yang berhak mengklaim diri paling nasionalis. Pada situasi seperti inilah terletak ujian mengamalkan ajaran Islam tentang ukhuwah, rahmatan lil'alamim, tasamuh, dan tawasuth sesama umat Islam maupun bangsa Indonesia sebagaimana sering disuarakan sebagai karakter  wasathiyah atau moderat yang didengungkan selama ini.

Khusus kepada warga dan seluruh jajaran di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah agar tidak melakukan aksi-aksi massa dalam merespons masalah pembakaran bendera tersebut. Sebaiknya ikuts erta dalam menciptakan suasana tenang, damai, dan kebersamaan untuk terwujudnya kemaslahatan umat dan bangsa. Seraya tetap giat dalam usaha-usaha membimbing, memberdayakan, dan memajukan masyarakat. Termasuk terus aktif dalam memobilisasi dana dan kerelawanan untuk penangunggalangan bencana dan pasca bencana di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah.

Kepada pemerintah dan instansi terkait diharapkan dapat menyikapi dan menghadapi masalah ini dengan arif dan seksama, serta mencari solusi yang terbaik bagi keselamatan bangsa. Sikap mengayomi secara adil dan bijakasana kepada seluruh warga dan komponen bangsa sangat diutamakan.

"Jangan keliru mengambil langkah karena boleh jadi di balik masalah ini terdapat berbagai tautan masalah yang tersimpan dan tidak sederhana untuk dipecahkan secara instan," kata Haedar.

Bagi aparat kepolisian hendaknya dapat bertindak objektif dan profesional sesuai koridor hukum yang berlaku disertai kemampuan membaca realitas secara cerdas dan bijak dalam semangat menegakkan hukum yang tidak sekadar verbal.

Manakala penyelesaian hukum atas kasus ini bersifat parsial, tidak menyentuh substansi masalah utama, dan tidak menunjukkan objektivitas yang menyeluruh, maka dapat menimbulkan ketidakpuasan publik secara luas.

"Kami percaya pimpinan kepolisian di seluruh tingkatan dapat bertindak bijak, adil, objektif, dan seksama dalam menyelesaikan kasus ini secara hukum yang berdiri tegak di atas fondasi keadilan yang otentik," sebutnya.

Haedar berharap, semua pihak dapat mengambil pejalaran berharga dari kasus yang sama-sama tidak diharapkan seperti ini. Bahwa setiap sikap dan tindakan yang berlebihan (israf, ghuluw) dalam segala hal atas nama apapun sungguh tidaklah baik dan tidak bermaslahat, sebaliknya agama mengajarkan sebaik-baik urusan ialah yang bersifat tengahan dalam makna yang sebenar-benarnya.

"Mari kita meningkatkan taqarrub kepada Allah, seraya memohon pertolongan agar bangsa Indonesia dilimpahi jiwa damai, berkah, dan karunia-Nya," demikian Haedar Nashir. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA