Jika Ternyata Moeldoko Cawapres Jokowi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Selasa, 17 Juli 2018, 14:59 WIB
Jika Ternyata Moeldoko Cawapres Jokowi
Moeldoko/Net
rmol news logo Jika dibandingkan dengan kandidat lain, penyebutan nama Moeldoko sebagai cawapres Jokowi memang tidak terlalu nyaring. Hasil survei dari sejumlah lembaga pun belum mampu membangun prestise Moeldoko.

Ketika diadu dengan figur berlatar belakang militer lainnya, Moeldoko keok dari Gatot Nurmantyo, juniornya. Bahkan jika murni ditinjau dari sisi kepangkatan, elektabilitas Moeldoko pun masih jauh di bawah mantan prajuritnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Tetapi Moeldoko tidak bisa disepelekan. Dia punya hubungan istimewa dengan Jokowi. Relasi mereka tidak terbatas pada pergaulan politik, tetapi juga bersifat personal," tutur pengamat politik dari Sigma, Said Salahuddin, Selasa (17/7).

Hal itu dibuktikan Jokowi saat memberi embel-embel 'pihak keluarga' kepada Moeldoko di acara pernikahan Kahiyang-Bobby.

Kepercayaan Presiden kepada Moeldoko bahkan membuat Jokowi sanggup mendepak Teten Masduki dari posisi Kepala Staf Presiden untuk diganti dengan mantan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia.

"Kedua, Moeldoko dipandang mampu mengimbangi atau sekurang-kurangnya dianggap dapat menahan elektabilitas calon penantang Jokowi, yaitu Prabowo Subianto yang punya latar belakang sama dengan Moeldoko," terangnya.

Suara pemilih yang menyukai figur militer diharapkan tidak terkonsolidasi ke kubu Prabowo, tetapi dapat terbagi ke kubu petahana jika Moeldoko yang menjadi cawapres Jokowi.

Latar belakang militer Moeldoko juga dibayangkan dapat dijadikan sebagai perisai untuk menepis kritik dari sebagian masyarakat yang selama ini menilai Jokowi tidak memiliki keberpihakan terhadap kedaulatan bangsa karena lebih pro kepada asing dan 'aseng'.

Namun demikian, analisa Said, walaupun Moeldoko punya sejumlah kelebihan, peluang mantan Panglima TNI itu untuk menjadi cawapres Jokowi masih mendapat ganjalan dari sejumlah partai koalisi.

Hal itu disebabkan karena selain masih memperjuangkan kadernya sendiri sebagai pendamping Jokowi, sebagian parpol mencurigai Moeldoko belum bebas dari kepentingan politik Partai Hanura.

Langkah Moeldoko mundur dari jabatan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Hanura dipandang hanya taktik untuk memberi kesan bahwa seolah-olah dia sudah tidak lagi partisan, dalam pengertian menjadi anggota parpol tertentu.

Parpol yang curiga tentu tidak rela jika 'orang Hanura' yang dapat posisi cawapres. Sebab, dalam Pemilu serentak, parpol yang mampu mendudukkan kadernya sebagai capres atau cawapres, akan memperoleh manfaat elektoral untuk memperbanyak kursi DPR.

"Dari bisik-bisik elit parpol juga muncul kekhawatiran, jika Moeldoko yang jadi cawapres, pada tingkat tertentu Partai Demokrat bisa ikut diuntungkan. Sebab Moeldoko memiliki hubungan baik dengan SBY," ujarnya lebih lanjut.

Dulu Moeldoko ditunjuk sebagai Panglima TNI oleh SBY. Bahkan dianggap sebagai loyalis SBY, sebelum akhirnya beralih ke penguasa baru, yaitu Jokowi.

"Sehingga kekhawatiran lanjutannya adalah jika Moeldoko yang dipilih sebagai cawapres Jokowi, dan menang di Pilpres, misalnya, maka ketika berkuasa nanti bisa saja Moeldoko akan membalas budi SBY dengan memberi ruang kepada Demokrat untuk berperan dalam pemerintahan," paparnya. [wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA