Polri dan BNPT merasa terakomodir dengan undang-undang tersebut karena lebih bisa poraktif dalam aspek pencegahan, penegakan hukum, termasuk menindak returnis dan deportan dari Suriah.
"Undang-undang ini insyaallah sudah merangkum semua yang polisi perlukan. Tinggal kita menunggu implemantasinya karena sekarang undang-undang itu ada di pemerintah. Saya dengar sehabis lebaran bisa tuntas semua," kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto saat dihubungi wartawan, Sabtu (26/5).
Polri merasa lega dalam UU Terorisme yang baru diatur soal perpanjangan masa penangkapan hingga masa penahanan terduga teroris. Dengan ini Polri memiliki waktu banyak dalam mengungkap jejaring teroris.
Masa penangkapan diperpanjang dari semula tujuh hari menjadi 14 hari, dan bisa ditambah tujuh hari lagi, hingga seseorang terduga teroris ditetapkan menjadi tersangka kasus terorisme, atau dilepas karena kurang bukti.
Terkait masa penahanan, sebelum direvisi, masa penahanan seorang tersangka untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan hanya dapat dilakukan dalam waktu maksimal 180 hari atau 6 bulan.
Kini, setelah direvisi, Pasal 25 UU Antiterorisme mengatur perpanjangan dengan total masa penahanan menjadi 270 hari atau 9 bulan. Artinya berkas tersangka bisa diproses polisi selama 9 bulan sebelum dibawa ke kejaksaan untuk diadili.
"Ini jauh lebih baik dibanding UU sebelumnya dalam hal masa penangkapan dan penahanan. Itu cukup buat kita," lanjut Setyo.
[dem]
BERITA TERKAIT: