Di Afrika Selatan,
affirmative action diimplementasi sebagai
Black Economic Empowerment (BEE)
policy. Di Malaysia juga berlaku
policy sejenis.
Saya dan Lieus Sungkharisma terlibat perdebatan seputar ini. Saya ingin
affirmative action total untuk pribumi. Lieus nggak setuju. Menurutnya, kita
setback kalau begitu. Dia setuju
affirmative action untuk orang miskin atau pengusaha kecil. Tanpa melihat rasial
background.
Lieus ada benarnya. Adanya banyak Tionghoa miskin di Tangerang, Singkawang, Bangka dan sebagainya adalah fakta.
NKRI dimerdekakan demi kesejahteraan pribumi. Tionghoa punya peran. Ada, tapi nggak signifikan. Tokoh-tokoh pribumi mengajak Liem Koen Hian, Oei Tjong Hauw, Tan Eng Hoa, Yap Tjwan Bing ke dalam BPUPKI.
Mestinya pribumi dipuji karena toleransi ini. Bukannya, terus-terusan menghiperbola kebesaran peran Tionghoa. Sampe bawa-bawa siomay, kwetiao, bakmi segala. Di saat membanggakan Susi Susanti, Liem Swie King, mereka diam soal Eddy Tansil, Samadikun atau caci-maki Ahok.
Jawa mesti diapresiasi karena Bahasa Melayu dipilih sebagai "Bahasa Indonesia". Jawa yang mayoritas
legowo tidak memaksakan diri. Seperti halnya, agama mayoritas tidak mendesak bentuk negara syariah. Minoritas hendaknya tahu diri.
Fenomena Ahok dan sikap pendukungnya bikin trauma.
Finansial power dan politik bergabung. Kuasai media. Membentuk opini dan persepsi. Superioritas etnis jadi bangkit. Berakhir dengan rasisme.
Rasisme itu merupakan sebab tangisan ngeyel pasca Ahok kalah pilgub. Penggerak seribu
standing flower galau dan kocak. Orang sombong, tukang gusur, dan pengguna referensi ikan nemo dalam persidangan dianggap sebagai super-hero. Sungguh ngga rasional.
Ngga bisa dipungkiri, Tionghoa pegang ekonomi. Kesuksesan bisnis ini ngga ada kaitannya dengan genetik. Lebih karena adanya para petualang. Mereka lebi dulu menguasai Asia, Australia dan New World. Membentuk bamboo network. Merajai Pasific Rim.
Menurut Forbes, "
13 out of world’s 20 richest real estate billionaires are Chinese."
Ada Robert Kuok, Lim Kok Thay, Desmond Lim di Malaysia. Robert Ng, Wee Cho Yaw & Family (Singapura), Lucio Tan, Andrew Tan (Philipina), Lee Shau Kee from Hong Kong. Di Indonesia, nggak usah disebut lagi. Jejaring ini sulit dipatahkan. Etnik lain sulit masuk.
Kekuatan
finansial mereka menyeramkan. Bila masuk arena politik, negara bisa diatur seenak hati. Bisa beli hukum.
Sedangkan pribumi
should rule the country. Bila Lieus keberatan soal total
affirmative action based on racial background, maka saya berpikir hanya pribumi yang boleh jadi pemimpin eksekutif. Baik tingkat I, II dan pusat. Walikota, bupati, gubernur, presiden.
Non pribumi boleh saja jadi anggota DPR, menteri, polisi atau tentara. Namun untuk eksekutif, sebaiknya pribumi.
[***]
Penulis Merupakan Aktivis Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak)
BERITA TERKAIT: