"Sekarang, partai sudah ada istilah akuisisi atau merger. Partai yang punya finansial bagus busa akuisisi partai lain, jadi dia bisa ikut pemilu. Itu kan familiar di dunia bisnis," ujar mantan menteri di rezim tiga presiden berbeda itu.
Hal itu disampaikan Akbar di acara Diskusi terbuka tentang RUU Penyelenggaraan Pemilu di Akbar Tandjung Institute (ATI), Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (11/10).
Menurut mantan Ketua Umum Golkar itu, praktek akuisisi sama saja menjualbelikan partai politik itu sendiri. Namun dirinya tidak dapat mencegah hal yang muncul di era reformasi tersebut. Apalagi banyak bermunculan partai politok baru sebagai bagian dari aktifitas demokrasi.
"Sistem politik itu memang dimungkinkan karena memang terbuka dan demokratis. Tapi, mana mungkin istilah akuisisi diterapkan ke politik. Sama saja membeli atau menguasai," paparnya.
Sebelumnya, Partai Islam, Damai, dan Aman (Idaman) berencana mengakuisisi partai lama yang berbadan hukum setelah dinyatakan tidak lolos oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Bahkan, Ketua Umum Partai Idaman Rhoma Irama mengklaim telah bertemu dengan Menkumham Yasonna Laoly yang bersedia membantu proaes akuisisi Partainya. Menurut dia, ada 73 partai yang bisa diakuisisi, sehingga Partai Idaman bisa berbadan hukum.
"Kemarin saya sudah bertemu dengan Pak Menteri dalam rangka meminta penjelasan dan meminta pengarahan. Beliau mengarahkan agar kami melakukan akuisisi sebagaimana yang dilakukan Perindo. Sehingga kami bisa menjadi partai peserta pemilu 2019," ujarnya beberapa waktu lalu.
[ysa]
BERITA TERKAIT: