Demikian disampaikan pengamat politik Said Salahuddin. Hal ini, jelas Said, merujuk Peraturan PDIP Nomor 04 Tahun 2015 Tentang Rekruitmen dan Seleksi Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Disebutkan bahwa calon yang telah ditetapkan oleh DPP PDIP wajib membuat surat pernyataan bersedia menjadi petugas partai. Makna dari petugas partai tentu tiada lain adalah menjadi kader PDIP.
"Dengan menjadi kader, maka menurut Peraturan itu Ahok harus memegang teguh sumpah sebagai anggota PDIP dan bersedia mengemban amanat partai. Permasalahannya, apakah jika Ahok menjadi kader PDIP, partai-partai lain yang telah lebih dahulu mendukung Ahok, seperti Golkar, Hanura, dan NasDem mau menerima fakta itu?" kata Said beberapa saat lalu (Rabu, 21/9).
Menurut Said, kalau PDIP hanya meminta kepada ketiga partai itu untuk menjadi pemimpin koalisi dan menempatkan kader mereka sebagai Ketua Tim Sukses Ahok, mungkin Golkar, Hanura, dan Nasdem tidak akan menyoalnya. Secara politik hal itu masih terbilang wajar, sebab PDIP merupakan partai pemilik kursi DPRD mayoritas dalam koalisi tersebut.
Tetapi kalau Ahok diharuskan masuk sebagai kader PDIP, smabung Said, maka boleh jadi peta dukungan terhadap Ahok akan berubah. Sebab dengan begitu Golkar, Hanura, dan Nasdem tentu akan mengalami kerugian secara politik.
"Mengapa? Sebab itu artinya Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang mereka usung, kedua-duanya adalah kader PDIP. Ahok PDIP, Djarot pun PDIP. Dalam kondisi seperti itu maka mungkin saja Golkar, Hanura, atau Nasdem akan mempertimbangkan kembali dukungannya terhadap Ahok," demikian Said.
[ysa]
BERITA TERKAIT: