Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kriteria Calon Ketum Golkar Harus Memenuhi Trend Politik Saat Ini

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Senin, 15 Februari 2016, 00:39 WIB
Kriteria Calon Ketum Golkar Harus Memenuhi <i>Trend</i> Politik Saat Ini
rmol news logo Kalau ingin kembali berjaya, kader Partai Golkar harus serius dalam mencari ketua umum. Kriteria calon Ketua Umum Golkar harus melihat trend politik sekarang.

Yaitu, tokoh muda, dicintai publik, punya rekam jejak memimpin daerah, komunikasi politik yang baik ke semua orang, namun tegas dalam penegakan hukum.

"Golkar harus dipimpin oleh orang muda yang punya rekam jejak seperti itu, jangan lagi memilih tokoh yang murni pengusaha atau politisi. Tapi tidak pernah memimpin wilayah," jelas Direktur nstitute for Transformation Studies (INTRANS) Andi Saiful Haq saat dihubungi, (Minggu, 14/2).

Dia menilai, dari sejumlah calon yang muncul saat ini, Ketua DPD Partai Golkar Tangerang Ahmed Zaki Iskandar  memenuhi kriteria di atas.

Karena Bupati Tangerang tersebut memiliki sejumlah keunggulan sehingga tepat kalau menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar.

"Zaki Iskandar saya rasa salah satu intan yang terpendam di Golkar. Dia tidak banyak bicara yang bukan urusannya. Dia fokus ketika menjadi Bupati Tangerang. Gebrak Pakumis adalah salah satu catatan keberhasilan Zaki, tidak mudah memimpin di Tangerang dan Zaki menunjukkan dirinya mampu," tandasnya.

Ketua DPD Partai Golkar Tangerang Ahmed Zaki Iskandar dinilai layak untuk maju dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang akan datang. Karena Bupati Tangerang tersebut memiliki sejumlah keunggulan sehingga tepat kalau menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar.

Karena menurutnya, Musyawarah Nasional yang akan digelar Partai Golkar dalam waktu dekat merupakan momentum yang tepat bagi partai tersebut untuk melakukan peremajaan, sekaligus perubahan mendasar pada tradisi parpolnya.

Sebab, meski dinamis, Golkar punya kecenderungan retak dari masa ke masa. Pecahannya kemudian jadi Parpol baru. "Ini karena tradisi 'the winner takes it all'. Ketum yang menang akan ngatur semuanya. Karena dia membiayai semuanya. Konsekuensinya, kebijakan parpol jadi sangat subyektif," imbunya.

Dalam konteks itulah, dia mengapresiasi Aburizal Bakrie, yang memulai tradisi baru dan merestui semua yang berniat maju. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA