Perubahan UU MD3 dan RUU Pilkada Diyakini Sarat Balas Dendam

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 12 September 2014, 17:37 WIB
Perubahan UU MD3 dan RUU Pilkada Diyakini Sarat Balas Dendam
net
rmol news logo Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) yakin upaya merevisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) terutama soal mekanisme pemilihan Ketua DPR, tidak bisa dilepaskan dari politik balas dendam Koalisi Merah Putih (KMP) yang menelan pil pahit pada Pilpres 2014.

"Tidak terlepas dari pertarungan Pilpres 2014," kata Koordinator KRHN, Firmansyah Arifin, dalam diskusi Perspektif Indonesia bertema "UU MD3 dan Proses Legislasi Model Tripartit" di gedung DPD, Jakarta, Jumat (12/9).

Dalam UU MD3 yang lama, kursi Ketua DPR merupakan hak partai politik pemenang Pemilu Legislatif. Namun itu diubah, sehingga mekanisme pemilihan Ketua DPR dilakukan lewat voting.

"UU MD3 justru disahkan sehari sebelum Pilpres, yaitu pada 8 Juli 2014. Juga UU Pilkada yang sedang dibahas saat ini, sarat kepentingan politik menjelang dilantiknya Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wapres terpilih pada 20 Oktober mendatang," terangnya.

Terkait dengan keputusan MK tahun lalu soal kewenangan yang diberikan kepada DPD hingga setara dengan DPR dalam merancang UU, Firmansyah melihat DPR masih mengabaikan keputusan MK. Bahkan dalam pembahasan UU MD3 yang juga berkaitan dengan DPD, lembaga yang dipimpin Irman Gusman itu sama sekali tidak dilibatkan. Ironisnya, UU itu pun sudah disahkan.

"Padahal dengan keputusan MK, seharusnya DPR, Pemerintah dan DPD membentuk forum bersama dengan model tripartit seperti yang dilakukan dibanyak negara sehingga proses pembahasan satu UU menjadi lebih efektif, efisien dan berkualitas," kata Firmansyah. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA