Argumen KPU dan Kubu Jokowi Tak Berdasar, Gugatan Prabowo Sah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Minggu, 10 Agustus 2014, 16:47 WIB
Argumen KPU dan Kubu Jokowi Tak Berdasar, Gugatan Prabowo Sah
ilustrasi/net
rmol news logo Mempersoalkan legal standing gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden yang dilakukan Prabowo-Hatta di Mahkamah Konstitusi merupakan langkah yang salah kaprah. Pasalnya, perkara PHPU berbeda dengan perkara pengujian undang-undang yang juga menjadi bagian dari kewenangan MK.

Demikian penilaian Pakar Hukum Tata Negara, Chudry Sitompul, menanggapi tudingan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan tim kuasa hukum Jokowi-JK yang menyatakan bahwa Prabowo-Hatta tak memiliki legal standing mengajukan gugatan terhadap penetapan hasil Pilpres 2014 di MK. Tudingan KPU dan kubu Jokowi-JK ini mengemuka dalam sidang lanjutan PHPU, Jumat (8/8) lalu.

"Legal standing pemohon memang penting karena pemohon harus menjelaskan kerugian konstitusional yang disebabkan oleh pasal-pasal dalam undang-undang yang diuji. Namun dalam perkara PHPU, aturannya sudah jelas bahwa pemohon adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden," kata Chudry dalam keterangan pers yang diterima redaksi (Minggu, 8/8).

Merujuk Pasal 2 ayat (1), Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Chudry menyebut Prabowo-Hatta bisa mengajukan gugatan. Pasal ini lengkapnya berbunyi "Pemohon dalam perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden".

"Prabowo Subianto-Hatta Rajasa kan jelas, mereka pasangan capres-cawapres. Jadi, mereka memenuhi kriteria sebagai pemohon PHPU," paparnya.

Chudry menambahkan pihak-pihak yang mempersoalkan legal standing Prabowo-Hatta dengan mengaitkan peristiwa penarikan diri yang disampaikan kubu Prabowo-Hatta tidak lama setelah KPU mengeluarkan penetapan hasil pemilu presiden, juga tidak memiliki dasar argumen yang kuat. Menurut dia, pernyataan penarikan diri itu adalah sikap politik kubu Prabowo-Hatta yang diselimuti emosi lantaran merasa dicurangi.

"Sikap politik seperti itu jangan dicampuradukkan dengan proses hukum sengketa pilpres di MK," imbuhnya.

 Chudry berpendapat penarikan diri Prabowo-Hatta tidak sama dengan pengunduran diri sebagaimana diatur dalam Undang undang Nomor 42
Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden. Tetapi kalaupun diartikan sebagai pengunduran diri, Chudry mengatakan tidak ada aturan yang melarang capres yang mengundurkan diri menjadi pemohon PHPU.

"Lagipula, setelah pernyataan penarikan diri, di media-media Ketua KPU tidak menyatakan Prabowo-Hatta mengundurkan diri, dan faktanya KPU tidak mempersoalkan langkah Prabowo-Hatta daftar PHPU," paparnya.

Chudry berpendapat sidang PHPU seharusnya tidak berkutat pada hal-hal yang bersifat formil. Yang seharusnya diperdebatkan adalah apakah benar terjadi kecurangan, apa bukti-buktinya, dan seterusnya. Menurut dia langkah Prabowo-Hatta membawa sengketa pilpres harus dihormati, bukan justru dihalangi.

"Kita justru harusnya bersyukur dengan adanya perkara ini, nanti jadi preseden yang baik agar penyelenggaraan pemilu dapat terlaksana lebih baik lagi, jujur dan adil," pungkas Chudry.


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA