Kini, Prabowo dan Mega berpisah. PDIP, PKB, Hanura, PKPI dan Nasdem mengusung Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sedangkan Prabowo bersama Hatta Rajasa diusung Gerindra, PAN, Golkar, PKS, PPP, dan PBB.
Sekarang, isu dugaan kejahatan HAM Prabowo di tahun 1998 kembali memasuki musimnya. Tak tanggung-tanggung, cawapres Jusuf Kalla sendiri yang menohok Prabowo soal itu di panggung debat capres cawapres yang digelar KPU.
Tercatat, jelang Pilpres 2009 lalu, Mega pernah menjawab pertanyaan dari publik mengenai langkahnya menggandeng Prabowo. Dalam pemberitaan saat itu, Mega mengingatkan bahwa sesungguhnya dirinya pun adalah korban pelanggaran HAM oleh rezim Orde Baru, terutama dalam kasus 27 Juli 1996.
Namun, Mega mengajak segenap bangsa untuk menghilangkan rasa benci dan dendam dalam menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu.
Mega pun menjelaskan, jika hukum harus ditegakkan maka bisa jadi tidak akan ada pihak yang puas. Namun kalau Prabowo terus dicecar soal kasus 98, menurut Mega, Prabowo pun punya hak membela diri karena mantan Danjen Kopassus itu hanya "korban" seperti dirinya.
"Saya tahu di balik itu ada diri orang lain. Sama seperti saya. Saya victim, korban. Kalau saya bilang, berapa orang saya buka untuk bisa balas dendam. Jadi diam sajalah. Kita kembalikan saja kepada Yang Di Atas," ujar Megawati saat itu (
klik di sini).
Siapa "orang lain" yang dimaksud Mega? Sangat besar kemungkinan, yang dimaksudnya adalah Panglima ABRI saat tragedi itu terjadi, Jenderal Wiranto. Dialah atasan langsung Prabowo yang kala itu menjabat Panglima Kostrad sebelum Prabowo diberhentikan dengan hormat.
Pada 2009, Wiranto terlibat dalam kompetisi Pilpres. Saat itu, Wiranto adalah rival Mega. Ia mendampingi Jusuf Kalla yang kala itu menjadi capres. Mungkin saja, saat itu Mega sedang menyerang "halus" Wiranto dengan jejaknya di tahun 1998.
Sebelum spekulasi seputar tragedi 1998 terus menggelinding dan akhirnya jadi alat politik serta fitnah yang tak berujung, sangat penting bagi Mega untuk menjelaskan siapa "orang lain" yang dimaksudnya.
Mungkin berat bagi Mega untuk membahas tragedi 1998 ketika berada satu kubu dengan Wiranto mencalonkan Jokowi-JK.
Tapi demi kepentingan yang lebih mulia, sebagai orang yang pernah menjadi korban pelanggaran HAM dan pernah berkuasa akibat gerakan reformasi 1998, seharusnya Mega memberi penjelasan yang membuat terang masalah. Dengan demikian segala prasangka dan fitnah bisa disudahi.
[ald]
BERITA TERKAIT: