Disebutkan dalam PP itu, Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu tahun.
Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah satu persen didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam satu tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.
Mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier mengatakan, ada tiga persoalan menyangkut itu. Pertama, aturan pelaksanaannya yang belum ada.
"Belum ada aturan pelaksanaan mulai dari peraturan Menteri Keuangan yang ditindaklanjuti Dirjen Pajak, padahal sudah mulai berlaku. Dari Menkeu saja belum keluar aturan pelaksanaan, apalagi dari Ditjen Pajak," tegas mantan Dirjen Pajak ini kepada
Rakyat Merdeka Online, Rabu (3/7).
Masalah kedua, dalam PP itu disebutkan bahwa UMKM yang dikenakan PPH adalah yang beromzet tidak lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun. Sedangkan, dalam peraturan yang menyangkut Pajak Pertambahan Nilai, yang dimaksud pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki omzet tidak lebih dari Rp 600 juta setahun.
Persoalan ketiga adalah, PP ini bisa merangsang orang untuk merekayasa omzet penjualannya agar tidak terkena pengaturan pajak biasa.
"Apakah PP ini terburu-buru, jangan tanya saya. Tapi ini mesti dituntaskan dulu supaya tidak terjadi keributan," ujarnya.
Namun, dia tegaskan, hal itu tidak bisa dikontraskan dengan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPN-BM) kepada pihak asing atau perwakilan internasional di Indonesia. Pembebasan pajak itu ditetapkan lewat PP 47/2013 tentang Pemberian Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya, yang juga sudah ditandatangani presiden pada 17 Juni lalu.
"Itu dua hal berbeda. Pembebasan pajak itu berlaku untuk negara kita dan sebaliknya, atau berlaku internasional. Ini perjanjian dengan negara lain, konvensi internasional yang telah diratifikasi," ucapnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: