Di Indonesia, aturan yang memperketat larangan merokok mesti terus diperkuat pula lewat berbagai cara. Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Nawir Messi, mendukung pemerintah memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 78/2013 mengenai Penetapan Golongan dan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Di samping perolehan cukai hasil tembakau, pemerintah juga harus memikirkan upaya menyadarkan masyarakat akan bahaya merokok, diantaranya melalui
law enforcement yang tegas.
"Pada dasarnya kami setuju dengan aturan pemerintah untuk memperoleh tambahan pajak. Namun, di samping itu pemerintah juga harus memikirkan masyarakat atas dampak kesehatan merokok. Ini harus diikuti oleh aturan-aturan lain.
Law enforcement-nya harus tegas," ujar Nawir dalam pernyataan persnya, Senin (10/6).
Menyoroti iklim industri rokok di Indonesia yang sebagian besar masih menganut kekeluargaan, menurutnya dapat membuka peluang terjadinya kartel. Imbasnya, potensi pengaturan harga akan terjadi.
"Ada dua atau tiga pembeli (perusahaan rokok) menguasai pasar maka persaingan relatif rendah. Membuka peluang atau kesempatan terjadinya kartel, terjadinya pengaturan harga yang dikondisikan," paparnya.
Kasus cengkeh di masa lampau sebagai salah satu contoh yang disebutkannya.
"Waktu kasus cengkeh masa lalu, ada GAPPRI membeli cengkeh kepada petani dan menjual kepada anggota. Mereka mengkondisikan pembeli dan mempunyai bargain," ucapnya.
Humas Dirjen Bea Cukai, Haryo Limanseto, mengungkapkan, tujuan dikeluarkannya PMK 78 adalah untuk membentuk iklim persaingan industri rokok yang sehat.
"Supaya industri rokok bersaing di levelnya. Yang besar bersaing dengan yang besar, demikian pula yang menengah dan kecil," lontarnya.
Pemberlakuan PMK Nomor 78/2013 diharapkan juga mampu menambah pemasukan negara.
[ald]
BERITA TERKAIT: