IRESS menilai proses evaluasi yang dilakukan hanya akal-akalan untuk memperpanjang kontrak kepada asing (MSC). Padahal perusahaan milik negara, PT Timah, dan juga BUMD provinsi Babel telah menyatakan siap dan mampu melanjutkan kegiatan penambangan di wilayah kerja Koba Tin.
"Sikap pemerintah yang masih bersedia mengevaluasi KK Koba Tin sangat bertentangan dengan kepentingan strategis nasional dan merendahkan martabat bangsa," ujar Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara, dalam keterangan persnya, Selasa (24/4).
Menurut dia, jika kegiatan penambangan di wilayah kerja Koba Tin dikelola PT Timah bersama BUMD, maka seluruh keuntungan tambang akan dinikmati rakyat. Sementara, sepak terjang Koba Tin selama ini justru telah merugikan negara dan PT Timah. Koba Tin telah dengan sengaja melanggar dan melecehkan hukum Indonesia.
Berdasarkan Laporan Keuangan Koba Tin ditemukan bahwa pada tahun 2009, 2011 dan 2012, perusahaan mengalami kerugian cukup besar, yakni masing-masing 6.084.919 dolar AS, 6.290.379 dolar AS dan 40.910.000 dolar AS.
Sementara Berdasarkan Annual Report Koba Tin 2002, nilai penyertaan PT Timah di Koba Tin adalah Rp 65,54 miliar. Sedangkan pada Annual Report 2012, nilai tersebut menjadi nol atau hilang sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa akibat penyelewengan dan rekayasa manajemen Koba Tin, PT Timah telah kehilangan seluruh nilai investasinya di Koba Tin! Dalam hal ini saham-saham yang dipegang oleh peserta Indonesia telah diperlakukan secara tidak adil dibanding saham yang dipegang oleh Malaysia Smelting Corporation (MSC).
"Patut diduga buruknya kinerja keuangan Koba Tin dan besarnya kerugian yang dialami negara tak lepas dari adanya kesengajaan dan rekayasa keuangan," ujar Marwan.
Kesengajaan dan rekayasa keuangan, jelas Marwan, antara lain terjadi dengan melakukan transfer pricing berupa penjualan seluruh produk kepada MSC sebagai induk uasaha dengan harga di bawah harga rata-rata jual PT Timah. Koba Tin membayar biaya-biaya untuk pembayaran di muka oleh MSC berupa management and marketing fee, antara 360,000 hingga 390 ribu dolar AS per tahun, forward sales contract dalam 5 tahun terakhir antara 743 ribu sampai 2,082 juta dolar AS, dan pembebanan biaya bunga "interest expense on advances" ke MSC dan pembayaran bunga pinjaman berkisar 980 ribu hingga 4,8 juta dolar AS.
Adapun pelanggaran hukum yang dilakukan Koba Tin antara lain menyembunyikan informasi dan kebijakan manajemen kepada pihak Indonesia yang diwakili oleh Direksi dan Komisaris Koba Tin yang mewakili PT Timah, merubah komposisi pemegang saham Bemban Corporation Ltd sebagai SPV pemilik Kajura tanpa sepengetahuan PT timah.
"Aksi korporasi MSC ini tidak sesuai etika dunia bisnis yang seyogyanya harus mendapat persetujuan pemegang saham minoritas," tegas Marwan.
Selain itu, Koba Tin juga merubah kepemilikan saham pengendali Koba Tin yang merupakan pemegang saham tidak langsung, tanpa mendapat persetujuan tertulis dari menteri terkait.
"Memperhatikan berbagai penyelewengan di atas, jangankan memberi perpanjangan kontrak, membiarkan Koba Tin lolos dari audit investagai dan bebas dari proses hukum pun, sudah merupakan kerugian besar bagi negara, pelecehan bagi sistem hukum dan martabat bangsa," demikian Marwan.
[dem]
BERITA TERKAIT: