"Kami menghormati proses hukum yang ada di Kepolisian, tapi kami meminta presiden menghentikan proses hukum di kepolisian," ujar Pigai saat ditemui usai pertemuan tindak lanjut dari pemantuan dan penyelidikan oleh Komnas HAM terkait laporan dugaan kriminalisasi ulama alumni 212 dan rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di kantor Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Jakarta, Jumat (9/6).
Menurut pertimbangan Komnas HAM, hal itu perlu dilakukan oleh presiden langsung mengingat kasus kriminalisasi ulama telah menyebabkan fragmentasi sosial dan terganggunya integritas nasional.
Atas dasar itu, Komnas HAM juga kata Pigai meminta Menkopolhukam Wiranto menyampaikan hal tersebut kepada Presiden dan berharap pemerintah menghentikan proses hukum terhadap beberapa ulama alumni 212.
"Kami minta agar menkopolhukam sampaikan ke Presiden untuk dapat memerintahkan kepolisian dan kejaksaan untuk menutup atau SP3 atau deponering. Tapi sementara ini kami menghormati proses hukum," kata Pigai.
Lebih lanjut, Pigai pun menjelaskan jika penghentian proses hukum oleh presiden bukan merupakan bentuk intervensi pemerintah tehadap penegak hukum. Upaya itu menurut Pigai lebih tepat disebut langkah komprehensif Presiden untuk menghentikan kegaduhan.
"Tidak ada namanya juga menyelesaikan komperhensif atas permintaan Komnas HAM, jadi tidak ada intervensi hukum. Ini atas permintaan Komnas HAM," demikian Pigai.
[san]
BERITA TERKAIT: