Demikian disampaikan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie kepada
Rakyat Merdeka, Sabtu (3/9). “Saya kira tidak layak koruptor dan teroris dapat remisi. Pemerintah seharusnya memberi pengurangan hukuman berdasarkan hati nurani rakyat,’’ tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, saat Hari Raya Idul Fitri, pemerintah memberikan remisi kepada 235 narapidana kasus korupsi. Delapan di antaranya langsung menghirup udara bebas. Selanjutnya Jimly mengatakan, setiap narapidana berhak mendapatkan remisi. Tapi pemerintah tetap perhatikan hati nurani rakyat dan pertimbangan politik.
Berikut kutipan selengkapnya;
Apa Anda meragukan komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi?Saya tidak meragukan. Tapi masyarakat bisa menganggap pemerintah tidak sungguhsungguh memberantas korupsi.
Seharusnya pemerintah bijaksana. Jangan sampai memberi kesan diberi kewenangan untuk memberikan remisi, lalu tidak peduli aspirasi masyarakat.
Bagaimana dengan alasan Lembaga Pemasyarakatan sudah penuh menampung napi?Itu kan pertimbangan teknis. Jangan melihat kasus ini hanya dari pertimbangan itu saja. Kebijakan ini akan mencerminkan apakah pemerintah berkomitmen dalam memberantas korupsi atau tidak. Kalau pemerintah terkesan menggampangkan seperti ini, rakyat yang menilai komitmen itu.
Apa dampak ke depan?Tentu kejadian ini akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat atas kesungguhan pemerintah dalam memberantas korupsi. Saya khawatir masyarakat menganggap kebijakan pemerintah untuk memberantas korupsi hanya permainan saja. Ini jelas merugikan pemerintah.
Intinya, saya tidak menyalahkan kebijakan ini dalam segi hukum. Pemerintah punya alasan sendiri, tapi kurang bijaksana, itu saja.
Apa yang perlu dilakukan terkait remisi?Saya rasa perlu dikaji ulang mengenai hakikat remisi. Itu harus diatur jelas di dalam peraturan. Saya melihat selama ini salah kaprah. Sebab, hakikat pemberian remisi itu adalah kewenangan yang diberikan kepala negara dan kepala pemerintah kepada rakyatnya atas rasa kemanusiaan dan rasa kasih sayang.
Tapi tetap perlu selektif ya?O ya jelas. Pemberian remisi itu harus selektif mungkin. Harus ada kebijakan yang komprehensif mengambil putusan. Jangan sampai pemberian remisi ini sebagai proyek rutin tahunan. Remisi ini adalah fasilitas khusus yang diberikan oleh sistem hukum kita kepada Presiden tanpa perlu pertimbangan dari lembaga lain.
Maksudnya?Remisi ini karena tidak dikontrol oleh lembaga lain, itu seolaholah menjadi sesuatu yang rutin diberikan. Padahal bukan itu maksudnya. Remisi memang hak pemerintah, tapi pertimbangan politiknya harus ada. Misalnya tiga hari lalu terjadi bom. Lalu 17 Agustus, pemerintah memberikan remisi kepada teroris. Hal itu tidak mendidik, harus ada pertimbangan politik walaupun remisi merupakan hak prerogatif presiden.
Idealnya berapa kali dalam setahun pemberian remisi?Jangan semua kegiatan libur keagamaan dijadikan momen untuk memberikan remisi. Sebaiknya dikembalikan kepada fungsi kenegaraan. Misalnya pemberian remisi bisa diberikan ketika HUT RI. Untuk itu, perlu ada pengaturan mengenai pembatasan remisi, syarat-syaratnya, tata cara dan juga mengenai momennya.
Khusus yang terakhir, jangan setiap kali ada momen keagamaan lalu diberi remisi. Nanti bisa tiap bulan remisi diberikan. Untuk itu, perlu dikaji ulang tentang syarat dan prosedur pemberian remisi.
[rm]
BERITA TERKAIT: