Kim, yang lahir di kota Muclacker, Jerman pada 23 Maret 1990, merupakan anak dari pasangan lintas negara. Ibunda Kim, Uschi, merupakan warga asli Jerman, sementara sang ayah, Petrus Kurniawan adalah WNI keturunan China.
Awalnya, niat Kim mengganti status kewarganegaraan Jerman mendapat tentangan keras dari sang ibunda. Maklum, Kim yang sejak lahir berdomisili di benua Eropa tersebut, sebenarnya tak banyak mengenal negara kelahiran ayahnya, apalagi tentang sepakbola Indonesia. Tercatat, Kim baru tiga kali menginjakkan kaki di Indonesia (tahun 2001, 2007, dan 2009). Namun, seiring kegigihan yang ditunjukkan sang anak, Uschi akhirnya menyetujui keputusan besar yang dibuat Kim.
Sejarah sang kakek, yang bernama Kwee Hong Sing, menjadi salah satu hal yang melekat dalam hati dan pikiran Kim tentang sepakbola. Iya, sang kakek, dari keturunan ayah, pernah membela Persija Jakarta dan tim nasional Indonesia di era 1950-an. Kala itu penampilan Timnas Garuda cukup impresif. Beberapa catatan penting, Indonesia berhasil meraih medali perunggu Asian Games 1958, nyaris mengungguli Uni Soviet yang saat itu diperkuat Lev Yashin di Olimpiade 1956, sukses menundukkan Cina di Kualifikasi Piala Dunia 1958, dan terakhir, menjuarai Piala Merdeka 1961 dan 1962 di Malaysia.
Dahulu, Kim selalu bermimpi untuk tinggal di Indonesia dan mengikuti jejak sang kakek, dalam hal karier sepakbola. Pasalnya, Petrus Kurniawan kerap bercerita dan membanggakan kehebatan sang kakek, terutama kala berbaju Merah-Putih. Kim pun mengakui, kecintaannya pada kulit bundar merupakan warisan genetik dari Kwee Hong Sing. Tak pelak, ketika muncul tawaran kontrak dari klub Persema Malang dan program naturalisasi PSSI, tanpa pikir panjang, Kim pun berniat merengguh mimpinya.
Dengan tinggi badan 167 cm dan berat 60 kg, postur Kim memang terlihat mungil. Namun, dengan pengalaman mencicipi ketatnya persaingan di sebuah negara industri sepakbola, hal ini tidak menjadi kendala bagi lulusan akademi sepakbola Karlsruher SC tersebut.
Kim bermain sepakbola sejak usia 5 tahun. Tepat setahun kemudian, seorang pelatih Karlsruher SC mengajaknya bergabung. Selama hampir 13 tahun dia berlatih dan bermain bersama Karlsruher SC di level remaja Bundesliga, melawan tim U-19 lainnya seperti Bayern Muenchen, Stuttgart, dan Eintracht Frankfurt, sebelum akhirnya naik tingkat, ke level senior. Tepatnya, hijrah ke klub FC 07 Heidelsheim pada musim 2009-2010.
Kepindahan ini bukan tanpa sebab. Pada tahun terakhir kiprahnya di tim U-19 Karlsruher SC, Kim sempat mendera cedera parah di bagian tulang rawan, yang mengharuskan dirinya naik ke meja operasi. Tak tanggung-tanggung, dokter memvonis Kim untuk beristirahat selama enam bulan penuh dari dunia sepakbola. Meski sangat terpukul, Kim nampaknya tak putus asa. Bahkan, mampu memetik pelajaran dari cedera yang dideritanya, bahwa dirinya memutuskan, hanya bermain dalam sebuah tim sepakbola yang dapat menerima dirinya apa adanya.
Kerja kerasnya membuahkan hasil, di akhir musim, FC 07 Heidelsheim berhasil dibawanya menduduki posisi ketiga Verbandsliga Nordbaden Jerman (satu tingkat dibawah Divisi 3 Bundesliga). Selama musim 2009-2010 tersebut, pemain yang biasa beroperasi di sayap kiri ini berhasil menjaringkan dua gol.
Kini impian Kim bermain sepakbola di negeri sang kakek terjawab sudah, setelah resmi berbaju Persema Malang dengan balutan kontrak selama 3 tahun. Yang tersisa kini hanyalah keinginannya membela pasukan Garuda, yang nampaknya terbentur sedikit hambatan.
Mengingat keikutsertaan Persema Malang dalam ajang Liga Primer Indonesia (LPI), yang merupakan liga independen dan berada diluar kontrol PSSI, membuat badan tertinggi pesepakbolaan nasional itu kebakaran jenggot. Maklum, pembentukan LPI dipercaya beberapa pihak, mengancam kompetisi resmi yang berada di bawah panji PSSI, yaitu Liga Super Indonesia (LSI).
Beberapa waktu lalu, PSSI bahkan mengancam dan mengeluarkan kebijakan, tidak akan memasukkan nama para pemain yang membela klub yang berlaga di LPI, dalam skuad Timnas Indonesia.
Palu pun telah diketuk. Kim membuktikan profesionalismenya, dengan tetap menghormati perjanjian kontrak dan berseragam Persema selama 3 tahun ke depan. Sementara di sisi lain, bila PSSI tak merubah kebijakannya, Kim nampaknya harus mengubur sementara keinginannya membela Merah-Putih, seragam Timnas yang dulu dibela oleh sang kakek.
[yan]
BERITA TERKAIT: