Ia menegaskan, seluruh kawasan konservasi tetap menjadi aset negara dan tidak dapat dipindahtangankan.
“Tidak ada sama sekali rencana menjual hutan ke pihak asing, tidak mungkin kawasan hutan negara kita dijual,” kata Munawar usai Konsultasi Publik di Hotel Emersia, Bandar Lampung, Jumat 12 Desember 2025.
Munawir menjelaskan, badan usaha dapat mengajukan izin pemanfaatan di zona pemanfaatan TNWK khusus untuk penjualan karbon.
“Jika ada badan usaha yang mengajukan izin pemanfaatan, itu dimungkinkan oleh regulasi, tetapi tetap dalam kerangka perlindungan,” kata Munawir.
Menurut Munawir, skema karbon tidak berhubungan dengan aktivitas ekstraktif, melainkan menuntut perlindungan yang lebih ketat terhadap kawasan.
“Karbon di sini tidak ada yang menebang. Yang ada menjaga yang bagus, memperbaiki yang rusak. Di TNWK banyak area yang rusak karena kebakaran, itu yang harus ditanami,” kata Munawir dikutip dari
RMOLLampung.
Perlu diketahui, berdasarkan Peta Zona Pengelolaan TNWK 2020, luas kawasan mencapai 125.621,30 hektare, terdiri dari: zona inti 59.935,82 hektare; zona rimba 36.000,05 hektare; zona pemanfaatan 3.934,24 hektare; zona rehabilitasi 16.680,99 hektare; zona religi 2,13 hektare; dan zona khusus 9.068,07 hektare.
Sedangkan rencana perubahan zona pengelolaan di TNWK 2025 menjadi zona inti 25.755,04 hektare, zona rimba 3.266,07 hektare, zona pemanfaatan 30.201,84 hektare, zona religi 0 hektare, zona rehabilitasi 712,88 hektare, dan zona khusus 0 hektare.
Pemerintah diketahui menetapkan TNWK sebagai
pilot project pertama penjualan karbon di kawasan taman nasional. TNWK menjadi proyek percontohan awal dengan luas area yang masuk zona pemanfaatan mencapai 30 ribu hektare.
Jika program ini berjalan sukses, pemerintah akan menyiapkan regulasi lebih rinci dan membuka peluang bagi taman nasional lainnya untuk menerapkan skema serupa.
BERITA TERKAIT: