Demikian disampaikan Akademisi Universitas Indonesia Farizan Radhiya Yahya dalam Diskusi Publik bertajuk “Ancaman Air Tanah, Rob, dan Masa Depan Jakarta: Tanggung Jawab Siapa? #Membaca Akar Masalah, Menentukan Arah Solusi” di Aula PWNU DKI Jakarta, Rabu 15 Oktober 2025.
“Berdasarkan indeks mutu air, pencemaran paling signifikan terjadi di Jakarta Barat dan wilayah pesisir. Kondisi ini memperburuk degradasi lingkungan dan kesehatan masyarakat,” kata Farizan.
Menurut Farizan, penanganan masalah air tanah memerlukan pendekatan berbasis data dan pemantauan rutin. Ia menekankan pentingnya sinergi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat untuk memastikan pengelolaan air tanah yang berkelanjutan.
“Kerja sama lintas sektor sangat penting, termasuk pemantauan kualitas air secara berkala agar pengelolaan air tanah lebih efektif dan berkelanjutan,” kata Farizan.
Perwakilan dari Baznas Bazis DKI Jakarta sekaligus Pengurus Tanfidz PWNU DKI Jakarta KH. Bahauddin menyoroti dampak sosial dan kebutuhan edukasi terkait penurunan muka tanah dan banjir rob di Jakarta.
Ia menyebutkan, sebanyak 118 kelurahan di Jakarta Utara terdampak secara signifikan, dan fenomena ini menimbulkan risiko bagi kehidupan masyarakat serta infrastruktur kota.
“Jakarta menghadapi ancaman penurunan muka tanah yang serius, akibat ekstraksi air tanah berlebihan yang dapat mencapai 10 cm per tahun," kata Kiai Bahauddin.
BERITA TERKAIT: