Koordinator APJ, Kamal, menyebut raperda ini disusun tanpa melihat kondisi nyata di lapangan. Menurutnya, larangan total akan membuat pengunjung berkurang, omzet merosot, dan gelombang PHK tak terhindarkan.
“Larangan total merokok di tempat hiburan jelas tidak realistis. Dunia hiburan punya karakteristik sendiri. Kalau dipaksakan, usaha terancam gulung tikar, dan ribuan pekerja kehilangan mata pencaharian,” tegas Kamal di Jakarta, Jumat, 26 September 2025.
Mereka menilai aturan itu tidak realistis dan berpotensi mematikan usaha hingga mengancam ribuan pekerja sektor hiburan.
APJ bahkan menduga ada motif tersembunyi di balik masuknya tempat hiburan ke dalam aturan KTR. Kamal mengingatkan jangan sampai raperda ini jadi alat tekan oknum DPRD kepada pengusaha hiburan dan rokok.
“Jangan sampai Raperda KTR di tempat hiburan hanya dijadikan alat tekan oknum Anggota DPRD agar pengusaha setor uang supaya bisnisnya aman,” ujarnya.
Menurut APJ, kebijakan ini juga mengabaikan aspek sosial dan ekonomi. Hiburan malam bukan sekadar tempat bersenang-senang, tetapi ruang ekonomi yang melibatkan komunitas seni, pekerja muda, hingga masyarakat kecil.
Kamal menegaskan pihaknya tidak menolak pentingnya regulasi kesehatan, namun solusi yang lebih adil dan realistis harus dipertimbangkan.
“Pemerintah seharusnya tidak memilih jalan pintas dengan larangan total. Ada opsi yang lebih masuk akal, misalnya ruang khusus merokok atau sistem ventilasi yang baik. Dengan begitu kesehatan tetap terjaga tanpa mengorbankan usaha dan pekerja,” tutup Kamal.
BERITA TERKAIT: